Industri pengolahan RI (Republik Indonesia) khususnya bidang manufaktur dinilai tak banyak mengalami peningkatan signifikan. Hal ini dibuktikan dengan ekspor manufaktur yang selama dua dekade terakhir ini lebih cenderung mampet.
Berdasarkan laporan bertajuk Indonesia Economic Prospects edisi Desember 2022 yang dirilis World Bank, porsi ekspor manufaktur lokal di dunia hanya sebesar 1,1%. Angka yang diperoleh ini jelas jauh tertinggal ketimbang negara lain.
Salah satu negara yang ekspor manufakturnya meningkat di pasar global adalah Vietnam. Ekspor manufaktur di negara ini mengalami kenaikan yang mulanya dari 0,2% pada 2000 silam menjadi 1,6% pada tahun 2020.
Vietnam unggul karena punya kemampuan dalam melakukan diversifikasi produktivitas ekspor manufaktur. Negara selanjutnya yang turut mengalami peningkatan adalah Thailand dan Malaysia. Kedua negeri ini sukses membangun kapasitas produktif untuk diversifikasi industri bernilai tambah lebih tinggi.
David Sumual, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) pun setuju jika saat ini data saing industri pengolahan Indonesia tertinggal lumayan jauh. Pernyataan ini diperkuat melalui bukti kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia yang kian menurun menjadi 17% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 27%.
“Jadi peran industri manufaktur di negeri ini memang kecil. Saya lihat perlu ada upaya yang dilakukan,” ujar David Sumual.
Kalau dari tadi udah ngobrolin persentase, sebenarnya bagaimana, sih, kondisi industri pengolahan RI untuk sektor manufaktur saat ini? Kita simak penuturan menurut David Sumual, yuk!
1. Hilirisasi
Dilihat dari hasil ekspor manufaktur dapat dibuktikan kalau untuk tingkatkan industri ini dibutuhkan hilirisasi. Menurut David hal ini akan berguna agar Indonesia nggak selalu bergantung pada barang mentah.
Untungnya sampai saat ini Indonesia masih terus mengupayakan untuk meningkatkan hilirisasi. Terutama yang bersangkutan dengan hilirisasi mineral seperti nikel, misalnya.
2. Kondisi Investasi yang Perlu Dibenahi
Selanjutnya, kondisi investasi di Indonesia perlu dibenahi. Mengapa demikian? Karena sejauh ini proses penanaman modal di RI teramat panjang. Bisa dimulai dari seputar pertanahan hingga perizinan. “Ini masalah kalau misalnya kurang kondusif,” imbuhnya.
3. Ekosistem makin Baik
Meskipun investasi perlu diperbaiki tetapi ekosistem di Indonesia semakin membaik. Contoh, kalau ingin mengembangkan industri otomotif, maka sektor pendukung dari industri ini pun harus ditingkatkan. Selain itu insentif fiskal harus diberikan terutama pajak yang menarik minat investasi.
4. Adanya SDM Unggul
Indonesia perlu Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul jika ingin meningkatkan industri manufaktur.
5. Perlu Lakukan Diversifikasi
Nah, dalam kondisi mampet perlu juga diversifikasi ke negara tujuan agar lebih maksimal. Terlebih jika berkaitan dengan ekspor ke luar negeri.
Tips dari World Bank untuk Indonesia
Lantas apa yang perlu dilakukan guna meningkatkan nilai industri di Indonesia? World Bank memberikan solusi diantaranya sebagai berikut, Sob:
Pertama, melakukan diversifikasi sebuah produk. Lakukanlah diversifikasi dengan ditopang kebijakan pendukung. Jadi Indonesia bisa menghasilkan produk bernilai tambah tinggi.
Kedua, memperdalam perjanjian perdagangan agar bisnismu lebih lancar, hak dan kewajiban jadi lebih jelas.
Ketiga, mempercepat fasilitas dagang dan reformasi logistik. Jika sudah melakukan ketiganya, Sobat SJ jangan lupa menuntaskan kendala yang mengikat di perdagangan jasa.
Kondisi industri sudah dipaparkan oleh pakar lalu solusi dari World Bank juga sudah ada, jangan lupa diterapkan, ya, Sob. Apalagi kalau kamu adalah pelaku industri pengolahan RI khususnya sektor manufaktur, nih. Semangar menerapkannya!