Berdasarkan catatan dari Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, industri manufaktur Indonesia masih melanjutkan ekspansi. Bahkan saat ini peningkatan industri manufaktur dalam negeri jauh lebih baik daripada kontraksi negara-negara besar seperti AS, Eropa, China, dan Jepang.
“Untuk negara-negara ASEAN dan Asia, beberapa negara yang masih bertahan seperti Indonesia dan India, semuanya masih dalam situasi ekspansif,” kata Sri Mulyani saat ‘Konferensi Pers: APBN KITA Februari 2023’ yang diadakan secara virtual di Jakarta, Rabu (22/2).
Sedangkan selain Indonesia, seperti kondisi industri manufaktur di Vietnam dan Malaysia masih berada di dalam threshold PMI yang terkontraksi, sebab indeksnya stagnan di bawah angka 50.
“Jadi kalau kita lihat distribusi negara-negara di mana kegiatan manufakturnya ekspansif dan akseleratif, itu adalah Indonesia, Thailand, dan Filipina,” lanjutnya.
Nggak cuma itu, beberapa negara lain juga ada yang kondisi industri manufakturnya masih ekspansif, tapi mengalami tren yang melambat. Negara-negara yang dimaksud, di antaranya Australia, Rusia, India, dan Afrika Selatan, dengan nilai indeks stagnan sebesar 17,4% dari total negara-negara yang dilakukan survei.
“Untuk negara-negara yang mengalami kontraksi tapi juga sudah mulai pulih, itu adalah Italia, Prancis, Turki, Kanada, dan Singapura,” tuturnya.
Sementara itu, ada pula sejumlah negara yang masih dalam kontraksi, namun sudah cukup mengambil sebanyak 52,2% dari total negara yang melakukan survei. Mengenai hal tersebut beberapa negara yang dituju meliputi Amerika Serikat (AS), Meksiko, Eropa, Inggris, Jerman, Korea Selatan, Jepang, China, Brazil, Malaysia, Vietnam, dan Singapura.
“Jadi dalam hal ini kalau kondisi Indonesia dalam posisi PMI-nya positif di atas 50 dan ekspansif, atau akseleratif, itu kita adalah sekelompok kecil negara saja. Ini yang menggambarkan resiliensi dan pemulihan ekonomi yang memang cukup baik sampai dengan akhir tahun 2022 dan masih berlanjut pada awal 2023,” tandas Sri Mulyani.