Isu polusi udara di wilayah Jabodetabek masih ramai diperbincangkan. Udara di sekitar wilayah ibu kota negara Indonesia ini tak kunjung membaik dan masih berada di jajaran teratas kota dengan udara terkotor versi IQAir. Sektor industri disebut jadi penyebab polusi udara merebak di Jabodetabek.
Tudingan itu berdasarkan data Vital Statistics DKI Jakarta. Dalam data tersebut dibeberkan ada sembilan sumber emisi. Tiga teratas sumber emisi ialah sektor transportasi, industri, dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Ketiganya berefek sangat signifikan terhadap kualitas udara di Jakarta.
Ketiga sektor ini menyumbang jenis polutan paling berbahaya bagi paru-paru yaitu PM 2,5. Ketiga sektor ini menghasilkan polutan paling berbahaya bagi paru-paru. Lebih rincinya, sektor transportasi berdampak polusi sebesar 67%, sektor industri 26,8%, kemudian sektor pembangkit listrik 5,7%.
Tanggapan Menperin
Sebagai pengampu kebijakan sektor industri di Indonesia, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita buka suara terkait tudingan industri sebagai biang kerok polusi udara Jakarta dan sekitarnya.
“Itu harus dilihat betul hitungannya seperti apa? Apakah betul dari industri ya? Apakah itu karena dari PLTU, itu harus kita lihat betul angkanya dari mana,” kata Agus di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (23/8/2023).
Di sisi lain, Menperin Agus mengakui sektor industri mempunyai tanggung jawab besar dalam menekan emisi yang dikeluarkan dari proses produksi. Pihaknya terus memastikan kegiatan industri semakin minim emisi melalui berbagai upaya untuk memperkecil dampak industri yang disebut penyebab polusi.
Salah satunya untuk dengan dibentuknya pusat industri hijau yang bertugas mengawasi emisi yang dikeluarkan masing-masing pabrik. Industri-industri hijau didorong untuk membuat “produk hijau” alias ramah lingkungan yang sekarang lebih disenangi pasar dunia.
Selain transformasi ke prinsip hijau atau ramah lingkungan, dibutuhkan komitmen bersama untuk mewujudkan industri minim emisi. Bahkan karena sekarang telah menjadi kewajiban, pemerintah menilai industri tidak perlu insentif untuk mengambil langkah pengurangan emisi.
“Salah satu dari green product itu kan proses produksinya itu rendah emisi. Kalau nggak, nanti produk mereka nggak akan bisa memperoleh market, khususnya market di Eropa atau Amerika yang semakin ketat terhadap green product itu. Jadi itu harusnya jadi komitmen kita bersama, termasuk industri,” jelasnya.