Sempat kisruh karena polemik galon guna ulang (GGU) yang harus bebas BPA, industri air minum dalam kemasan (AMDK) diproyeksikan tumbuh 7 persen di tahun 2022. Proyeksi ini mendekati pertumbuhan sebelum pandemi yang berkisar 8-9 persen.
Diungkap oleh Ketua Umum Asosiasi Industri Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat, industri AMDK bertumbuh dengan asumsi tidak terjadi gelombang baru pandemi yang bisa menyebabkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat serta kebijakan yang kontraproduktif.
“Kami bisa tumbuh lebih baik lagi, mungkin bisa 7 persen di tahun depan, meskipun belum tahu bisa tidak mengejar pertumbuhan sebelumnya yang 8-9 persen,” katanya kepada Bisnis, Kamis (23/12/2021).
Diketahui, proyeksi realisasi industri air minum dalam kemasan (AMDK) pada 2021 mencapai angka 30,87 miliar liter. Sedangkan di tahun sebelumnya yaitu tahun 2020 berada di angka 29,4 miliar liter.
Rachmat pun mengharapkan industri AMDK bisa mengambil momentum Ramadhan dan Lebaran 2022, “Pada situasi normal, libur Ramadan dan Lebaran dibandingkan dengan bulan sebelumnya bisa tumbuh 15 persen, dan itu menjadi booster utama untuk pertumbuhan sampai satu tahun,” katanya kepada Bisnis, Rabu (12/1/2022).
GGU Masih Menjadi Produk AMDK Unggulan
Produk industri air minum dalam kemasan (ADMK) yang akan menjadi kontributor besar dalam pertumbuhan industri AMDK di tahun ini adalah air minum dalam bentuk galon guna ulang (GGU), yakni sebesar 70 persen. Sedangkan sisanya merupakan produk AMDK air minum dalam botol dan gelas.
Meski demikian, industri AMDK ini juga mempunyai tantangan sama seperti industri lainnya yaitu di persoalan permintaan yang belum sepenuhnya pulih. Hal ini dikarenakan pendapatan konsumen berkurang dan bahkan hilang akibat pandemi.
Sedangkan dari sisi produksi di industri, wacana kenaikan harga energi yang menghantui industri lain juga menjadi tantangan industri AMDK.
Seperti kenaikan tarif dasar listrik, penghapusan bahan bakar minyak (BBM) Premium dan Pertalite juga dinilai dapat menaikkan ongkos logistik, baik itu d kegiatan operasional hingga kegiatan pendistribusian.
“Kami tentu melalui lintas asosiasi terus komunikasi ke pemerintah untuk tidak melakukan kenaikan. Lalu kami juga melakukan berbagai efisiensi,” ujar Rachmat.