Tak hanya sumber daya alam berupa mineral mentah yang mulai disetop ekspornya oleh Indonesia, gas bumi juga direncanakan akan setop ekspor mulai tahun 2036. Rencana yang termaktub dalam dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) ini dipaparkan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto.
Berdasarkan paparan dari Djoko, di tahun 2036 pasokan gas bumi di Indonesia akan 100% diperuntukkan untuk kebutuhan domestik. Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
“Kita sudah tidak ekspor gas lagi tahun 2036, kita manfaatkan untuk dalam negeri selama dengan catatan infrastrukturnya sudah lengkap,” kata Djoko dalam keterangan tertulis, Kamis (2/11/2023).
Sekadar informasi, pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik saat ini mencapai 68% dari total produksi gas bumi Indonesia sebesar 5.446,90 BBTUD. Sisanya diperuntukkan ekspor ke luar negeri baik itu bentuk gas alam cair (LNG) maupun melalui pipa. Di tahun 2022, nilai ekspor gas alam cair (LNG) Indonesia mencapai US$6,6 miliar. Sedangkan nilai ekspor gas melalui pipa di 2022 sebesar US$3,13 miliar.
Untuk mempersiapkan setop ekspor gas bumi di tahun 2036, pemerintah Indonesia kian menggenjot pembangunan infrastruktur pendukung gas bumi diantaranya adalah pembangunan pipa gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) dan Dumai-Sei Mangkei.
Kedua proyek tersebut menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dengan rincian proyek Cisem menggunakan dana Rp4,47 triliun dan Dumai-Sei Mangkei menggunakan dan mencapai Rp6,6 triliun.
Dengan dibangunnya infrastruktur pendukung pipa gas bumi bisa meningkatkan pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik. Salah satunya untuk keperluan jaringan gas bumi (jargas) untuk rumah tangga yang sudah menjangkau hampir 900 ribu sambungan rumah tangga.
Selain diperuntukkan untuk kebutuhan gas domestik, gas bumi Indonesia juga akan dipergunakan ke sektor industri dengan patokan harga gas industri sebesar US$6 per mmbt untuk harga gas bumi tertentu (HGBT). Harga yang dinilai pemerintah masih murah ini diharapkan akan menarik investor untuk datang ke Indonesia.
“Investor bisa datang dan membangun pabriknya di sini, karena harga gasnya murah, sehingga akan menimbulkan multiplier effect,” tandas Djoko.