Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) baru-baru ini mengumumkan hasil dari dasar pemantauan dari alat global greenhouse watch yang memonitor emisi gas rumah kaca (GRK) dan karbon dioksida (CO2).
Dari hasil pemantauan tersebut, BMKG dan UGM mengklaim jika Indonesia telah keluar dari 10 besar sebagai negara penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK), termasuk karbon dioksida (CO2).
“Ternyata emisi kita di bawah rata-rata global. Sebelumnya kita masuk sepuluh besar penghasil rumah kaca di dunia dan ini tidak bagus,” ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati seperti diungkapkan melalui situs resmi UGM pada Jumat (9/6/2023).
Sayangnya, baik BMKG maupun UGM sejauh ini belum memberikan rincian soal peringkat terkini negara-negara penghasil GRK. Berdasarkan catatan situs resmi worldpopulationreview.com pada 2020, Indonesia memiliki catatan total CO2 sebesar 568,27, lebih rendah dari Saudi Arabia (588,81), Korea Selatan (621,47), dan Cina yang memiliki penyumbang emisi gas rumah kaca terbanyak (11680.42).
Namun, berdasarkan data Uni Eropa tahun 2021, tidak ada Indonesia di peringkat sepuluh besar sebagai penyumbang emisi GRK. Indonesia berada di peringkat kesebelas dengan menyumbangkan emisi GRK sebesar 602,59 (1,59 persen).
Berikut daftar 10 besar negara-negara di dunia penyumbang gas rumah kaca terbesar:
- Cina 12.466,32 (32.93 persen);
- Amerika Serikat 4.752,08 (12,55 persen);
- 27 negara Uni Eropa 2.774,93 (7,33 persen);
- India 2.648,78 (7 persen);
- Rusia 1.942,54 (5,13 persen);
- Jepang 1.084,69 (2,87 persen);
- Iran 710,83 (1,88 persen);
- International Shipping 699,72 (1,85 persen);
- Jerman 665,88 (1,76 persen);
- Korea Selatan 626,80 (1,66 persen).
Lalu, dari mana aja sih emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh Indonesia? Worldmeters menjelaskan jika mayoritas gas berbahaya tersebut berasal dari beberapa sektor, antara lain pembangkit listrik (32,1 persen), transportasi (29,7 persen), pembakaran dari industri lain (22,9 persen), non-pembakaran (8,8 persen), dan bangunan (6,5 persen).
Sekadar informasi saja, secara ilmiah GRK dihasilkan dari kegiatan manusia sehari-hari. Namun, sejak 1950-an dengan majunya industri di berbagai bidang, membuat emisi gas CO2 meningkat. Padahal efek rumah kaca sejatinya dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi, supaya perbedaan suhu antara siang dan malam tidak terlalu besar.
Tetapi, efek rumah kaca yang berlebihan akan menyebabkan pemanasan global di mana suhu bumi akan naik secara signifikan yang ditandai dengan beberapa hal, seperti mencairnya es di kutub, rusaknya ekosistem, naiknya ketinggian permukaan laut dan perubahan iklim ekstrim.
Apakah, efek rumah kaca bisa dikendalikan? Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dampak dari efek rumah kaca, antara lain:
- Efisiensi penggunaan energi listrik, dengan mematikan lampu yang tidak digunakan serta mencabut alat elektronik dari sumber listrik;
- Mengendalikan jejak karbon dengan mengurangi frekuensi menggunakan kendaraan bermotor pribadi;
- Mengurangi penggunaan air minum botol dalam kemasan dan sedotan plastik;
- Mengelola sampah yang dihasilkan dengan mengolah sampah menjadi kompos dan memisahkan sampah organik dan non-organik;
- Kurangi penggunaan kertas dengan mencetak bolak balik atau menggunakan kertas bekas.