Kaya dengan sumber daya alam nikel, membuat Indonesia harus bijak dalam menggunakannya. Setelah sebelumnya resmi melarang ekspor nikel mentah atau dalam bentuk bijih nikel dan nikel dengan kadar di bawah 30%, kini Indonesia juga akan stop ekspor nikel dengan kadar di bawah 50%.
Kabar ini disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia dalam acara “Indonesia Economic Outlook 2022 and The G20 Presidency” yang disiarkan dari Davos, Swiss, Senin (23/5/2022).
“Indonesia tidak akan lagi mengizinkan untuk mengekspor pengelolaan nikel di bawah 50 persen, harus 60-70 persen,” ujar Bahlil.
Tujuan pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijaka stop ekspor nikel kadar di bawah 50% tentunya semata-mata untuk meningkatkan nilai tambah nikel lewat program hilirisasi industri. Di mana nikel diolah terlebih dahulu di dalam negeri ke bentuk produk turunan sebanyak mungkin dan baru diekspor dalam bentuk produk jadi.
Lebih lanjut Bahlil menambahkan bahwa investor asing, terutama yang berinvestasi di ekosistem industri EV Indonesia tetap bisa menikmati nikel Indonesia yang belum diolah, asalkan mengikuti mengikuti ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
Adapun dua investor kelas dunia yang terlah berinvestasi di industri baterai listrik Indonesia di antaranya Contemporary Amperex Technology Co Ltd dan LG Energy Solution Ltd.
Hanya saja, keuntungan bagi investor asing yang berada di Indonesia dalam pengeksporan nikel adalah tak dikenakan pajak yang besar atas ekspor produk olahan nikel.
“Contoh VW atau BASF, itu dia akan bangun sampai dengan prekursor. Selebihnya dia ekspor, no problem. Palingan dia akan kena pajak ekspor yang jauh lebih kecil ketimbang dia harus ekspor dari bahan baku,” ucap Bahlil.
Tentunya dengan adanya bentuk kemudahan yang diberikan pemerintah untuk para investor di alam negeri diharapkan juga bisa menarik minat investor lainnya untuk masuk dan ikut membangun ekosistem industri kendaran listrik yang sedang dikembangkan di Indonesia.
“Teman-teman investor kalau mau datang, Kami akan membantu secara maksimal untuk kita bisa kolaborasi,” ucap Bahlil.
Indonesia mengedepankan kolaborasi ketimbang kompetisi meski sebagai negara yang mempunyai sumber daya alam nikel terbesar. Maka dari itu negara selalu terbuka untuk kerja sama dengan negara atau investor lain dalam upaya peningkatan nilai tambah sumber daya alam.