Mengusung konsep hijau dan ramah lingkungan Ibu Kota Nusantara (IKN) diharapkan mengeluarkan emisi karbon yang minim. Salah satu upaya untuk menciptakan kota nol emisi karbon adalah dengan melarang kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) beralu-lalang di IKN.
Kabar bahwa IKN melarang kendaraan BBM disampaikan Kepala Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Bambang Susantono. Menurutnya, ini adalah cara terdekat untuk menekan jumlah emisi di kota IKN nanti. Masyarakat yang ada ibukota harus mengunakam kendaraan listrik.
“Semuanya green, tidak boleh ada kendaraan yang pakai BBM ke dalam (IKN), semuanya kita pakai kendaraan yang ramah lingkungan. Apakah itu listrik atau hidrogen dan sebagainya,” ujar Bambang usai menghadiri acara ‘Sustainable Action for Future Economy (SAFE)’ di Jakarta, Selasa (26/9/2023).
Bahkan nantinya transportasi publik di IKN juga akan menggunakan kendaraan listrik serta Connected Autonomous Vehicles (CAV). Dari taksi terbang, Bus Rapid Transit (BRT) hingga kendaraan nirawak.
Peraturan untuk melarang kendaraan bahan bakar fosil masuk IKN juga sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022 tentang Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dimana disebutkan bahwa IKN akan dibangun dengan mengadopsi sistem forest city dan menjadi kota nol emisi karbon pada 2030.
IKN Manfaatkan Energi Baru Terbarukan
Guna mendukung ekosistem kendaraan listrik dan konsep kota ramah lingkungan di IKN nanti, Bambang menambahkan bahwa pemerintah akan menyediakan pasokan listrik dari energi baru terbarukan (EBT). Listrik ini juga bakal digunakan untuk kebutuhan listrik kota, maupun penggunaan listrik residensial seperti rumah Menteri, hingga rusun ASN.
Listrik dari energi baru terbarukan akan diolah oleh pembangkit listrik ramah lingkungan dari solar panel dengan kapasitas awal 50 Mega Watt (MW) yang dibangun PLN. Selain it ada juga Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) 70 MW di Tanah Laut hingga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sekitar 1.000 MW.
Agung memproyeksikan nilai investasi pengembangan EBT di IKN tembus USD6 miliar atau Rp92 triliun. Nilai tersebut melihat proyeksi kebutuhan energi di IKN yang mencapai 7 Giga Watt.