Program hilirisasi industri memang sedang dikembangkan di dalam negeri sebagai upaya untuk membuat produk mineral Indonesia memiliki daya saing di pasar global. Dengan hilirisasi, mineral tambang tak hanya dijual barang mentah atau sebagai bahan baku, namun diolah sehingga menjadi produk turunan setengah jadi atau barang akhir. Bahkan, tempat pengolahannya yang bernama smelter juga tengah digarap Indonesia.
Pengembangan industri dari hulu ke hilir atau hilirisasi industri tambang di Indonesia ini disebut oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menjadi satu-satunya yang ada di dunia.
Hilirisasi industri tambang tak hanya soal membuat barang tambang Indonesia menjadi bernilai, namun juga merupakan upaya transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT) yang diharapkan bisa menggaet investasi masuk lebih banyak.
“Dunia hari ini terutama Eropa ingin meninggalkan energi fosil dan mulai masuk ke EBT, termasuk mobil listrik ini, kita satu-satunya negara di dunia sekarang yang sedang mendorong industrinya dari hulu ke hilir itu Indonesia. Tak ada negara lain yang memulai dari tambang,” terangnya dalam Inaugurasi Trade, Investment, and Industry Working Group, Selasa, (8/2/2022).
Lebih lanjut Bahlil menerangkan bahwa di program hilirisasi industri, Indonesia memulainya dari mengembangkan banyaknya tambang yang sudah ada dan juga ditambahkan dengan proyek-proyek smelter untuk melengkapi kegiatan hilirisasi. Seperti smelter nikel yang mengolah nikel menjadi produk baterai kendaraan listrik. Baterai kendaraan listrik juga bisa diolah lebih lanjut menjadi kendaraan listrik.
Dengan pembangunan pabrik-pabrik baterai listrik inilah, Bahlil menyebutkan bahwa investasi masih banyak dibutuhkan karena Indonesia belum banyak memiliki teknologi yang canggih.
Tak hanya teknologi canggih, penggunaan teknologi yang bisa menciptakan kegiatan industri ramah lingkungan dan berkeadilan juga dibutuhkan. Diharapkan, dengan adanya investasi yang juga termasuk transfer knowledge, skill dan technology dari pihak investor, bisa mendorong perkembangan industri di Indonesia.
“Teknologi yang ada di Korea, China, Jepang, itu juga harus investasi dengan kita, investasi di dalam negeri, sambil BUMN dan pengusaha nasional juga kita dorong,” katanya.
Penggunaan teknologi canggih dan juga harus ramah lingkungan ini disesuaikan dengan agenda Indonesia yang melakukan transisi energi ke EBT. Pembangunan industri dengan prinsip hijau serta lengkap dari hulu ke hilir semakin bisa terdukung dengan banyaknya potensi sumber daya yang dimiliki.
“Dunia mulai sadar, bahaya kalau kita gak jaga lingkungan, energi fosil mulai ditinggalkan, kita dikasih nikel untuk mobil. Angin kuat, matahari kuat, kita lagi susun gimana investasi dalam dan luar negri kolaborasi. Kita punya teknologi belum bagus, tapi kita gak boleh relakan kekayaan dalam negeri kita kepada penguasa ekonomi tanpa hitung-hitung ekonomi yang baik,” tandas Bahlil.