Gelaran perdana Presidensi G20 tahun 2022 yang membahas isu-isu terkait ekonomi, keuangan, fiskal dan moneter (Finance Track) telah dimulai lewat seminar yang bertajuk “Recover Stronger : Shifting Toward Higher Value-Added Industries” pada Senin (14/2/2022). Dalam seminar ini membahas bagaimana strategi pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lewat hilirisasi industri manufaktur.
Dalam pembukaan seminar, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo yang juga menjadi salah satu pembicara membahas pentingnya hilirisasi sumber daya alam dalam perspektif yang lebih luas. Hilirisasi dilakukan demi mendukung transformasi Indonesia menuju ekonomi yang lebih maju di masa mendatang.
Pemulihan struktur ekonomi Indonesia yang menjamin asksesibilitas serta pembangunan yang inklusif perlu dilakukan berkesinambungan dengan pengembangan hilirisasi industri manufaktur yang mengolah sumber daya mineral.
Alasan sumber daya mineral diperlukan di proses hilirisasi karana mineral menjadi barang yang bisa diberikan nilai tambah yang lebih tinggi, sehingga bisa meningkatkan ekspor Indonesia dan menjadikannya terhubung dengan rantai nilai global.
Selain itu, hilirisasi dapat membantu negara mengurangi ketergantungan impor produk manufaktur. Hilirisasi juga bisa membentuk hubungan domestik dengan industri pendukung lainnya. Jika ini semua dilakukan, pertumbuhan ekonomi yang inklusif akan tercapai.
“Tiga alasan utama inilah yang mendasari kebijakan ekspor. Ke depan, sumber daya mineral juga akan menguntungkan transisi menuju ekonomi yang lebih hijau. Mengingat produk-produk Industri hilir merupakan input utama bagi produk-produk yang mendukung transisi hijau,” ujar Dody.
Lewat hilirisasi pula, Indonesia dapat mengambil peluang untuk melancarkan proses transisi ke energi hijau. Terlihat, produk industri hilir ramah lingkungan seperti kendaraan listrik hingga green energy products sudah mulai banyak permintaan. Meski demikian, masih banyak sejumlah tantangan ke depannya yang harus dicermati lebih lanjut dan dimitigasi.
Dan dengan berjalannya program hilirisasi dalam negeri, pihak Dody yaitu Bank Indonesia juga berkomitmen membantu negara dalam pengembangan industri hilir terutama di sektor manufaktur yang bisa membuat pertumbuhan ekonomi solid dan berkelanjutan.
“Ini membutuhkan dukungan dari struktur transaksi berjalan yang sehat, yang didukung oleh sektor manufaktur yang kuat,” kata Dody.
Dukungan memang harus terus mengalir. Pasalnya, meski memiliki potensi yang luas dengan hilirisasi, namun ternyata masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi sektor manufaktur yaitu dampak kepada perekonomian, faktor produksi, regulasi hingga implementasi industri hijau.
“Tantangan ini dari sisi pembiayaan hijau, implementasi teknologi rendah karbon, serta bantuan teknis dan pelatihan yang diperlukan,” kata Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri Ignatius Warsito.
Seminar ini selain dihadiri oleh pembicara dari Bank Indonesia dan Kementerian Perindustrian, turut pula hadir pembicara dari Asian Development Bank, dan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang merupakan salah satu pelaku industri di bidang sumber daya mineral. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran bersama akan pentingnya hilirisasi mineral, membahas potensi dan tantangan serta merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat dibuat.