Pada November 2022 lalu, Indonesia mengumumkan kalau negara kita tercinta kalah gugatan yang dilayangkan oleh Uni Eropa ke WTO atau World Trade Organization, Sob. Gugatan Uni Eropa untuk Indonesia tersebut adalah respons atas adanya pelarangan ekspor nikel Indonesia.
Walau berita tersebut sempat menggemparkan industri pertambangan di Indonesia, namun bagi para pakar, salah satunya Direktur Executive Energy Watch, gugatan tersebut merupakan bentuk needy-nya atau ketergantungannya Uni Eropa kepada nikel Indonesia, Sob. Ya, nggak, sih?
“Cadangan nikel yang dimiliki Indonesia merupakan yang terbesar. Sehingga wajar jika negara-negara lain bergantung terhadap pasokan dari Indonesia,” terang Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan, Minggu (18/2).
Apalagi nikel adalah bahan utama untuk bikin baterai listrik, Sob. Lalu Indonesia adalah pemilik nikel terbesar di dunia. Menurut Mamit, saat ini nikel masih menjadi barang utama pembuatan baterai.
“Langkah Presiden Joko Widodo yang memerintahkan untuk terus melanjutkan hilirisasi serta menghentikan ekspor nikel—meskipun dalam kondisi kalah di WTO—membuat negara Eropa dalam keadaan sulit,” terangnya.
Dikatakannya, berkat hilirisasi, negara lain jadi berharap ke Indonesia, deh. Sehingga Uni Eropa menggugat Indonesia ke WTO, Sob. Sederhananya, sih, negara lain jadi nggak mudah untuk mendapatkan komoditas tersebut karena adanya larangan ekspor nikel.
“Selain itu, kesempatan banding yang dimiliki oleh Indonesia di WTO harus dioptimalkan. Sehingga Indonesia bisa memaksimalkan bahan mentah untuk kesejahteraan dan kemakmuran dan memberikan efek berganda bagi bangsa dan negara,” tandasnya.
Menurut Mamit, Indonesia masih punya kesempatan untuk banding di WTO karena nikel yang ada di Indonesia saat ini adalah milik negara.
“Sehingga sudah sepatutnya terserah Indonesia untuk mengelolanya seperti apa. Dan tidak usah takut,” tegasnya.
Menurutnya, sudah saatnya Indonesia menghentikan secara besar-besaran bahan mentah ke Uni Eropa karena nikel merupakan salah satu sumber daya alam Indonesia, Sob.
“Kalau memang Uni Eropa mau memiliki ataupun mendapatkan nikel Indonesia, bangunlah smelter dan investasi di sini,” ujarnya.
Sebelumnya, Jokowi sempat menyatakan kalau sebanyak 60 persen kendaraan listrik dunia bakal bergantung dengan ekosistem baterai terintegrasi Indonesia. Hal ini dikarenakan bahan baku baterai listrik semuanya ada di Indonesia, Sob, mulai dari nikel, tembaga, bauksit, dan timah.
“Saya hitung berapa, sih, 60 persen mobil listrik, kendaraan listrik, akan tergantung dari EV (electric vehicle) battery kita. Itu 60 persen dari pangsa pasar yang ada di dunia,” ungkap Jokowi.
Karena sumber daya untuk ekosistem baterai di dalam negeri sudah komplit, Jokowi mengutarakan kalau hal penting yang kudu dilakukan adalah mengintegrasikan hilirisasi sumber daya alam tersebut.
“Tentu ini tidak mudah. Tapi harus dihadapi karena hal itulah yang akan membuat Indonesia menuju ke peradaban yang lain,” imbuh orang nomor satu di Indonesia tersebut.
Gugatan Uni Eropa untuk Indonesia bak gertak sambal, nggak, sih, Sob? Walau digertak, Indonesia tak gentar bahkan kini mengajukan banding ke WTO guna memperjuangkan kedaulatan sumber daya alam Indonesia. Kamu sendiri sebagai pelaku bisnis di industri pertambangan, bagaimana menanggapi hal ini, Sob?