Sejak dahulu, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki berbagai agama, suku,ras dan bahasa. Modal inilah yang menjadikan Indonesia menjadi negara paling toleransi di dunia. Sampai-sampai beberapa bangunan ibadah dikerjakan oleh arsitek dari berbagai agama, seperti yang dilakukan oleh Friedrich Silaban.
Ya, Friedrich Silaban adalah sosok arsitek generasi awal negara Indonesia lahir pada 16 Desember 1912 di Bonan Dolok, Sumatera Utara yang membangun Masjid Istiqlal di tahun 1978.
Bermodalkan sekolah formal di H.I.S Narumonda, Tapanuli tahun 1927, Koningen Wilhelmina School di Jakarta tahun 1931 dan Academie van Bouwkunst, Amsterdam pada tahun 1950, Ars.Friedrich Silaban pernah dipilih menjadi Kepala Zeni di Pontianak tahun 1937 dan sebagai Kepala DPU Kotapraja Bogor hingga tahun 1965.
Seiring perjalanan waktu Ars. Friedrich Silaban dikenal dengan berbagai karya besarnya di dunia arsitektur dan rancang bangun. Beberapa hasil karyanya pun menjadi simbol kebanggaan bagi beberapa daerah.
Pada akhirnya di tahun 1955, Presiden pertama Indonesia, Ir.Soekarno mengadakan sayembara berupa desain maket Masjid Istiqlal. Dari 30 desain maket, 22 desain lolos persyaratan, salah satunya yaitu milik Ars. Friedrich Silaban yang merupakan seorang Kristiani.
Saat itu, Ars. Friedrich Silaban mengajukan desain maket Masjid Istiqlal dengan karya berjudul “Ketuhanan”, hasilnya desain maket tersebut dipilih dan Bung Karno menyebut Friedrich Silaban sebagai By the grace of God.
Dikutip dari surat kabar Kompas tahun 1978, Friedrich Silaban mengungkapkan jika arsitektur Masjid Istiqlal merupakan karya yang orisinil, tidak meniru desain bangunan dari mana pun. Karena ia mendesain Masjid Istiqlal sesuai dengan iklim di Indonesia.
“Arsitektur Istiqlal itu asli, tidak meniru dari mana-mana, tetapi juga tidak tahu dari mana datangnya. Patokan saya dalam merancang hanyalah kaidah-kaidah arsitektur yang sesuai dengan iklim Indonesia dan berdasarkan apa yang dikehendaki orang Islam terhadap sebuah masjid,” jelas Friedrich Silaban.
Atas jasanya tersebut, Friedrich Silaban menerima anugerah tanda kehormatan bintang jasa sipil berupa “Bintang Jasa Utama” dari pemerintah Republik Indonesia.
Saat didirikan, Masjid Istiqlal sendiri berdiri di atas lahan seluas 9,5 hektar dan memiliki kubah bergaris tengah 45 meter dengan 12 raksasa yang menopang serta 5.138 tiang pancang.
Selain itu, Masjid termegah se-Asia Tenggara ini dilengkapi menara setinggi 6.666 sesuai dengan jumlah ayat di dalam Al-Qur’an. Masjid Istiqlal juga diapit oleh dua kanal kali Ciliwung dan berseberangan dengan Katedral.
Di Indonesia sendiri, karya-karya yang pernah dibuat oleh Ars. Friedrich Silaban antara lain Tugu Khatulistiwa, Pontianak (1953), Gerbang Taman Makam Pahlawan, Kalibata (1953), Monumen Nasional (1960), Stadion Gelora Bung Karno (1962), Monumen Pembebasan Irian Barat (1963), dan lain-lain.
Pada 16-17 September 1959, Ars. Friedrich Silaban bersama Ars. Mohammad Soesilo, Ars. Liem Bwan Tjie dan 18 arsitek muda lulusan pertama jurusan arsitektur ITB membentuk Ikatan Arsitek Indonesia atau IAI.
Memasuki usia 71 tahun, tepatnya pada Senin 14 Mei 1984 di RSPAD Gatot Subroto, Ars. Friedrich Silaban meninggal dunia karena mengalami komplikasi.