Karya sinema Indonesia makin semarak dengan kehadiran beragam kreasi dan inovasi. Gambar bergerak tak sebatas berpatok pada penceritaan mengandalkan mata kamera. Sebaliknya, ada perpaduan eksentrik dengan ragam seni lainnya. Salah satunya, ditunjukkan film Prembon Calon Arang yang menggabungkan seni teater, audio-visual, tari, dan tata panggung.
Hasil pengembangan teknik bercerita itu menjadi sajian menarik. Dalam pemutaran pertama untuk publik di Ruang Teater Museum Nasional, Jakarta, Selasa lalu (15/8/2023), film ini menunjukkan kematangan karya kreatif ratusan seniman yang terwadahi dalam sanggar Wulangreh Omah Budaya.
Reny Ajeng selaku pamong Wulangreh Omah Budaya, mengatakan, film yang berjudul lengkap Prembon Calon Arang Manggali Merajut Cinta di Tengah Prahara itu merupakan wujud kolaborasi pertama para seniman dari empat daerah asal, yaitu Jakarta, Bali, Yogyakarta, dan Solo.
Sekitar 100 orang pemain dan kru terlibat dalam produksi film pertunjukan Prembon Calon Arang. Reny mengungkapkan, sebagai sanggar seni-budaya beranggotakan 90 persen pekerja seni profesional, Wulangreh ingin menyebarkan semangat menghidupkan kesenian di masyarakat.
Dengan menggabungkan prinsip beberapa cabang seni, Prembon Calon Arang hadir sebagai sebuah “film pertunjukan”. Dikemas sebagai karya film, kata Reny, bertujuan agar dapat mudah diakses kalangan manapun, kapanpun, dan di manapun.
“Tujuan kami sebagai warisan untuk generasi selanjutnya, agar dapat dinikmati, beberapa bulan dan tahun ke depan,” ujar Reny.
Kekayaan Nilai Tradisi
Seperti diungkapkan Reny, bermodalkan tekad, semangat, dan hati tulus, Wulangreh Omah Budaya ingin menawarkan cara alternatif belajar kekayaan budaya Indonesia. Tampak sepanjang sekitar 35 menit film Prembon Calon Arang, terkandung kekayaan nilai tradisi budaya Bali.
Dia menyebutkan, pertunjukan prembon yang menggabungkan topeng dan arca kerap dipentaskan sebagai pertunjukan sakral pura-pura di Bali. Kisah film ini berlatar di daerah Dahana Putra pada masa Kerajaan Panjalu (kini Kediri, Jawa Timur) abad ke-11 Masehi.
Karakter kuat film ini ditunjukkan antara lain melalui penggunaan bahasa pengantar Kawi atau Jawa Kuno. Beberapa ritual dan tarian tradisi Bali juga dipertunjukkan, salah satunya tari legong.
Penataan warna yang didominasi cokelat kekuningan menandai latar permukiman tradisional. Sebagai karya audio-visual, Prembon Calon Arang pun menampilkan tontonan dengan penyuntingan gambar yang ciamik. Tak ada kendala teknis berarti, alih-alih transisi adegan yang berlangsung mulus dan rapi.
Penata tari dan koreografer Ari Tulang yang hadir dalam pemutaran menilai film ini cukup berhasil sebagai inovasi film pertunjukan. Dibandingkan pertunjukan langsung di panggung, kata Ari, Prembon Calon Arang mampu menuntun penonton untuk menyimak detail-detail bagian cerita.
“Dengan memadukan kekuatan pertunjukan langsung dan sinema, penonton diberikan sajian menarik. Tata kostumnya juga luar biasa,” ucapnya.
“Film ini membantu kita yang tidak bisa datang, atau tidak ada di Indonesia, bisa mempelajari budaya kita.”
Senada dengan itu, Direktur Perfilman, Musik dan Media Baru Kemendikbudristek Ahmad Mahendra mengapresiasi kekayaan nilai tradisi yang diangkat dalam film ini. Dia mendorong munculnya karya-karya seni serupa yang inovatif.
“Tidak sekadar bagus, tapi penting sekali untuk generasi baru kita untuk paham tentang Indonesia, budaya kita. Teruslah teman-teman pelaku budaya berinovasi, dengan cara mengolah dari warisan cerita-cerita lokal kita ataupun kekinian,” kata Mahendra.
Buat Sobat yang penasaran dan ingin menyaksikan Prembon Calon Arang Manggali Merajut Cinta di Tengah Prahara, nantikan penayangannya di kanal YouTube Budaya Saya, mulai Kamis, 17 Agustus 2023 pukul 20.00 WIB.