Seniman pematung Indonesia umumnya hanya dikenal dari karya patung-patung berukuran besar. Salah satu pematung di Indonesia ialah Nyoman Nuarta. Perjalanan hidupnya berhasil didokumentasikan menjadi film dokumenter pematung berjudul Sculpting The Giant (STG).
Film dokumenter panjang pertama karya duo sutradara muda Banu Wirandoko dan Rheza Arden Wiguna ini melibatkan sejumlah pihak. Digawangi oleh rumah produksi Seeds Motion, penggarapan film ini menggandeng Global Film Solutions Indonesia, Phiwedari Indonesian Film Distribution, dan Focused Equipment.
Di Indonesia, film dokumenter tentang pematung nyaris tak tercatat. Nah, lewat film ini, Banu dan Rheza bertutur kisah perjuangan Nyoman Nuarta dalam membuat salah satu patung terbesar di dunia, yaitu Garuda Wisnu Kencana yang terletak di Bukit Unggasan, Jimbaran, Bali.
Nyoman Nuarta menghabiskan waktu produksi patung megah setinggi 121 meter itu selama 28 tahun, Sob!
Dengan sudut pandang yang belum pernah diungkap sebelumnya, STG merangkum perjalanan proses pembuatan patung Garuda Wisnu Kencana dari bermacam segi. Tiga di antaranya ialah intrik keluarga, politik, dan bisnis dalam penciptaannya.
Demi mendukung tata sajian sinematografi yang apik, didapuklah Dini Aristya selaku sinematografer dan editor film. Adapun tata musik orisinal dibesut oleh Bintang Rajasawardhana.
Produser film Sculpting The Giant Maulana Aziz, menyatakan, pembuatan film dokumenter tentang pematung ini merupakan pengalaman pertamanya yang berdurasi paling panjang. Sejak 2016, mereka sudah sibuk bertungkus-lumus menggarap gagasan cerita. Total, tujuh tahun produksi film CTG, dengan dua tahun di antaranya terbentur pandemi Covid-19.
Aziz bercerita, pada akhir tahun 2019, timnya bersama Banu dan Rheza baru saja merampungkan proses editing tahap awal. Tak lama kemudian, pandemi Covid-19 menerpa sehingga memaksa proses pascaproduksi berhenti. Seeds Motion lantas berusaha fokus mencari cara untuk bertahan selama pandemi.
Etalase Film Indonesia di Level Dunia
Masa penantian tujuh tahun itu ternyata berbuah manis. Film ini bersiap memancar di hadapan penonton internasional, akhir September mendatang.
“Penayangan perdana di Vancouver International Film Festival menjadi titik cerah dan membuat jerih payah kami selama ini terbayarkan,” ucap Aziz dalam keterangan pers.
Sculpting The Giant akan tayang perdana dalam rangkaian acara Vancouver International Film Festival yang diadakan pada 28 September–8 Oktober 2023.
Vancouver International Film Festival adalah ajang yang sudah berlangsung selama 41 edisi yang dimulai semenjak tahun 1982. Festival film ini merupakan salah satu ajang bergengsi di dunia dan pernah menjadi etalase bagi film Indonesia mendapatkan prestasi internasional.
Beberapa di antaranya ialah Eliana, Eliana yang disutradarai Riri Riza yang meraih apresiasi Dragons and Tigers Special Mention pada 2002. Film lain yang pernah tayang di Vancouver International Film Festival di antaranya adalah Yuni (2021), Athirah (2019), dan Gie (2005).
Di antara karya film dari Indonesia yang pernah terpilih, Sculpting The Giant jadi salah satu pionir film dokumenter panjang Indonesia tentang pematung yang berhasil terpilih untuk diputar di Vancouver International Film Festival.
Film dokumenter tentang pematung selama ini amat jarang dipublikasikan, Sob. Padahal sosok inspiratif dan kreatif dari Nyoman Nuarta telah menorehkan patung Monumen Proklamator Indonesia di Jakarta, patung Gerbang Garuda di Bandara Soekarno-Hatta, dan patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park di Jimbaran.
Aziz menambahkan, pihaknya sedang menunggu hasil seleksi beberapa festival di Indonesia dan Asia Tenggara. Setelah itu, mereka tak sabar untuk menayangkan film ini di Tanah Air.
“Tentunya, yang paling kami inginkan adalah agar film ini segera tayang di Indonesia,” ujarnya.