Suku Sasak merupakan suku asli yang mendiami Pulau Lombok di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Suku tersebut dikenal kaya akan kebudayaan, salah satunya memiliki rumah adat yang disebut Bale Tani.
Bale Tani merupakan rumah adat tradisional yang didiami oleh masyarakat Suku Sasak. Rumah adat tradisional suku mereka ini secara umum disebut dengan “bale”. Sebenarnya terdapat berbagai macam bale dengan berbagai ciri khasnya masing-masing. Namun, kali ini kita akan membahas Bale Tani, berikut fakta-fakta uniknya:
Tidak Ada Jendela dan Hanya Memiliki Satu Pintu
Rumah adat tradisional yang satu ini hanya memiliki satu pintu yang berukuran sempit dan rendah. Cara membuka pintu tersebut adalah dengan cara digeser yang disebut Lawang Kuri. Selain itu, rumah ini juga tidak memiliki jendela.
Terbagi Menjadi Dua Ruangan
Rumah adat ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bale dalam (bale dalem) dan bale luar (bale luwah). Ruangan bale dalem biasanya diperuntukkan untuk anggota keluarga wanita sebagai tempat menaruh harta berharga, ruang tidur anak gadis, ruang persalinan, dan ruang menaruh jenazah sebelum dikuburkan yang sekaligus merangkap sebagai dapur. Sedangkan ruangan bale luwah diperuntukkan untuk anggota keluarga lainnya, dan juga berfungsi sebagai ruang tamu.
Atap Rumah Terbuat dari Jerami dan Dinding dari Anyaman Bambu
Atap rumah adat tradisional Suku Sasak ini terbuat dari tumpukkan jerami. Bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah (fondasi). Berdasarkan keterangan dari warga, biasanya atap bale tani diganti setiap delapan tahun. Selain itu, rumah ini juga berdinding anyaman bambu (bedek).
Lantainya Terbuat dari Kotoran Kerbau/Sapi
Tempat tinggal Suku Sasak ini memiliki lantai yang unik, yakni terbuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau/sapi dan jerami. Campuran tanah liat dan kotoran kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen. Masyarakat Sasak yakin bahwa dengan kotoran kerbau/sapi lantai menjadi mengkilap dan menghindarkan penghuni rumah dari lalat atau nyamuk. Selain itu juga dapat menjaga agar lantai tidak retak dan rumah menjadi lebih hangat. Agar tidak timbul aroma tak sedap, kotoran ternak sudah dibakar dan dihaluskan terlebih dahulu sebelum digunakan.
Alat dan Bahan yang Digunakan untuk Membangun
Masyarakat Suku Sasak menggunakan kayu-kayu penyanggah, bambu atau bedek anyaman dari bambu untuk dindingnya, tumpukkan jerami dan alang-alang yang digunakan untuk membuat atap. Kotoran kerbau atau sapi sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai, dan getah pohon kayu banten dan bajur.
Membangun Rumah diwaktu yang Tepat
Untuk mencari waktu yang tepat, masyarakat Sasak berpedoman pada papan warige yang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq. Biasanya bila hendak membangun rumah harus bertanya kepada pemimpin adat. Orang Sasak meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun rumah adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan bulan Dzulhijah pada kalender Islam.
Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan) adalah pada bulan Muharram dan bulan Ramadhan. Pada kedua bulan ini, menurut kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun cenderung mengundang malapetaka, seperti penyakit, kebakaran, sulit rezeki, dan sebagainya.
Lokasi Membangun Rumah
Selain persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan, orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Mereka tidak akan membangun rumah di atas bekas perapian, bekas tempat pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur gubug.
Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, melanggar konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget).