“The law of evolution is that the strongest survives!…” - Ursula K. Le Guin.
Mungkin nukilan dari penulis sci-fi, Ursula K. Le Guin, di atas cukup menggambarkan keberadaan musik. Sebab, kehadirannya berhasil abadi berkat evolusi alat pemutar musik. Bisa dibayangkan jika alat pemutar musik tak melakukan evolusi, bisa jadi Bumi seperti ruang hampa–sunyi.
Kini dengan mudah kita memutar musik. Buka aplikasi, pilih lagu favorit, dan kamu sudah bisa menikmatinya–asal sudah tersambung dengan internet. Terima kasih kepada perkembangan teknologi, Sob!
Namun, kamu pernah tahu nggak kalau alat musik bervelousi dengan sedemikian rupa sepanjang peradaban manusia? Mau tahu kisahnya? Mari bernostalgia bersama melalui artikel ini, Sob!
Phonograph, Perekam Sekaligus Pemutar Musik Era 1800-an
Terlempar jauh di tahun 1877, tepatnya bulan Juli, Thomas Edison berhasil ciptakan alat pemutar musik pertama yang diberi nama phonograph. Mungkin bagi kaum mendang-mending, alat ini terbilang ribet. Namun, Sob, untuk medio tahun 1800-an, alat ini sudah cukup canggih, lho.
Dilansir laman Volo Museum, cara kerja alat ini adalah menangkap suara dan mengukir getaran ke dalam silinder kertas timah. Edison pertama kali memiliki ide untuk alat ini ketika dirinya sedang mengerjakan diagram pemancar telepon. Ia kemudian sadar kalau dirinya bisa mereplikasi lekukan getaran tersebut untuk tujuan lain–musik.
Dengan bantuan masinis dan kawan dekatnya, John Kruesi, Edison menyelesaikan model phonograph pertama pada Desember 1877. Suara pertama yang ia rekam dan putar adalah lagu Mary Had a Little Lamb yang ia rendisi–ia nyanyikan langsung, mungkin karena saat itu anak-anaknya berusia 5 dan 2 tahun. Ketika penemuan tersebut berhasil, Edison diganjar penghargaan Inventor of the Age dan The Wizard of Menlo Park.
Meski kualitas rekamannya buruk dan hanya bisa diputar sekali, Edison secara tidak langsung memicu revolusi bagi industri musik, Sob. Walau tujuan pertama dari phonograph adalah untuk bisnis bukan musik, tapi siapa sangka penemuannya malah menjadi ‘dasar’ bagi peradaban alat pemutar musik.
‘Gairah’ Penemu Baru di Industri Musik
Setelah Edison berhasil ciptakan phonograph, muncul beberapa penemu lainnya yang menggunakan metode serupa untuk menciptakan cara baru dan lebih baik dalam merekam suara serta memutar musik. Dari sinilah, evolusi alat pemutar musik dimulai!
1. Graphophone
Di bawah naungan Volta Laboratory yang dijalankan oleh Alexander Graham Bell, ia kemudian ‘meracik’ desain dari phonograph karya Edison. Alih-alih menggunakan silinder kertas timah, Bell menggunakan silinder lilin untuk graphophone-nya.
Mirip dengan Edison, Bell dan timnya tidak memikirkan musik saat menyusun alat tersebut. Mereka pikir itu akan menjadi alat yang berguna untuk merekam percakapan telepon.
2. Gramofon
Ketika Bell sedang mendesain lagi karya Edison, rupanya penemu asal Jerman-Amerika bernama Emile Berliner mengerjakan modifikasinya sendiri–gramofon. Pada tahun 1887, Berliner kemudian mematenkan alat perekam suara pertama yang menggunakan cakram datar berlekuk, flat disk, bukan silinder. Nah, disk atau cakram datar ini adalah versi rekaman paling awal yang kemudian dibuat menjadi vinyl.
Berliner memilih penggunaan vinyl karena lebih sederhana dan murah untuk diproduksi, selain itu mudah dipasarkan, Sob. Akhirnya vinyl yang kita kenal sebagai 78s pun muncul. Tidak lama kemudian, berbagai perusahaan pun turut menjual penemuan dari Berliner tersebut. Sebut saja Victor Talking Machine Company dengan Victrola yang dipatenkan pada tahun 1900-an, gramofon pun dipasarkan secara massal.
3. Music Boxes
Salah satu penemu kotak musik paling awal adalah pembuat jam Swiss, Louis Favre. Pada tahun 1815, kotak musik buatannya dirancang sedemikian rupa bahkan bisa memainkan banyak lagu. Seiring waktu, kotak musik menjadi lebih maju dengan penambahan elemen lainnya seperti simbal dan bell.
Namun sayangnya, popularitas music boxes tidak setenar vinyl. Walau tak sepopuler pemutar piringan hitam, music boxes adalah barang yang banyak dicari untuk koleksi barang antik dan pencinta musik.
Pemutar Musik Tahun 1900-an
Tahun 1800-an dirajai dengan kehadiran vinyl alias si pemutar piringan hitam. Beranjang ke tahun 1900-an, pemutar musik benar-benar berevolusi dengan pesat. Salah satunya dengan munculnya radio.
1. Radio
Hingga tahun 1920-an, radio digunakan secara eksklusif untuk komunikasi angkatan laut dan militer. Namun setelah Perang Dunia I berakhir, masyarakat mulai membeli radio untuk penggunaan pribadi. Sejak saat itu, stasiun penyiaran publik–termasuk British Broadcasting Company (BBC)-mulai mengisi gelombang udara yang membawakan konten berita dan hiburan, seperti musik.
Perang Dunia II Dimulai, Pemutar Musik Berevolusi Lebih Pesat
Perang Dunia I berakhir dan mulailah Perang Dunia II–sekitar tahun 1930-an. Radio pada akhirnya berperan sebagai pemutar musik untuk pendengar segala usia. Tentu saja, teknologi ini pada akhirnya membuat gramofon mulai ditinggalkan. Lagi-lagi, evolusi pemutar musik pun terjadi lagi!
1. Jukeboxes
Awal 1930-an, jukebox sudah hits di masyarakat. Namun jika kita menarik sejarah ke belakang, jukebox versi jadul rupanya sudah ada sejak 1889, Sob. Namanya bukan jukebox melainkan nickel-in-the-slot machine. Dilansir thoughtco.com, alat pemutar ini sebenarnya mengadaptasi phonograph karya Edison versi Class M Electric Phonograph.
Nah, mesin tersebut kemudian dirancang ulang oleh Louis Glass and William S. Arnold dengan penambahan kayu ek yang dibekali mekanisme koin. Alat tersebut kemudian diletakkan di Palais Royale Saloon, San Francisco. Hasilnya? Mereka bisa meraup $1000.
Sampai pada akhirnya di tahun 1928, Justus P. Seeburg mengkombinasikan elektrostatis loudspeaker dengan record player yang dioperasikan melalui koin dan memberikan pilihan delapan rekaman lagu. Sejak saat itu, jukebox adalah ‘dewa’ pemutar musik.
2. Radio Transistor
Pada tahun 1954, beberapa dekade setelah radio menjadi hal biasa di Amerika, Regency Division of Industrial Development Engineering Associates dan pemerintahan Texas bekerja sama untuk merilis apa yang menjadi gerakan besar berikutnya dalam sejarah musik–radio transistor.
Model paling awal dari pemutar musik portabel ini adalah Regency TR-1, radio ini berukuran sekitar 5 kali 4 inci berbahan plastik dilengkapi jack headphone dan kontrol pemutar. Munculnya radio transistor ini menjadi awal bagi mesin pemutar musik portable, Sob.
3. Kaset Audio dan Walkwan
Radio Corporation of America (RCA) merilis variasi pertama kaset audio pada tahun 1958, tetapi mereka tidak menemukan kesuksesan sampai pada akhirnya Phillips membentuk versi mini dan membuat kaset sebagai materi yang diputar di dalamnya.
Dilansir NY Post, Nina Simone, Eartha Kitt, dan Johnny Mathis adalah artis pertama yang merekam album dalam bentuk kaset pada tahun 1966. Pada tahun 1970-an, masyarakat kemudian bisa mendengarkan musik di rumah dan mobil.
Sama-sama mengusung portabilitas, Sony Corp. pun merilis Sony Walkman TPS-L2 pada tahun 1979. Walkman adalah pemutar kaset portabel yang ringan dengan dua jack earphone terpisah untuk mendengarkan ganda. Sekitar 1980-an, Walkman mendominasi musik dan budaya pop dunia.
4. Boombox
Boombox atau yang erat kaitannya dengan masyarakat kulit hitam dan anak muda hispanic–yang kemudian alat pemutar musik ini disebut ghetto blaster–merupakan radio portabel bertenaga baterai kapasitas besar.
Lalu, apa bedanya dengan radio, walkman, dan radio transistor? Daya pikat pemutar musik ini adalah speaker bawaannya yang kencang dan bisa didengarkan oleh lingkungan sekitar, Sob.
Sepanjang tahun 70-an hingga medio 90-an, boombox lebih dari sekadar perangkat musik–mereka menjadi simbol mode masyarakat perkotaan. Banyak yang percaya kalau alat pemutar musik ini berperan penting bagi genre hip-hop yang juga meraih popularitas di tahun serupa alat ini hits.
5. CD Player
Menggabungkan ide dan teknologi di balik pemutar musik dan perangkat portabel modern, Compact Disc (CD) adalah langkah berikutnya setelah kaset. Pada tahun 1982, Sony merilis CD player pertama yang tersedia secara komersial, dikenal dengan Sony CDP-101.
Setelah Dire Straits merilis album baru bertajuk Brothers in Arms pada tahun 1985, versi CD pun terjual lebih banyak dari kaset untuk pertama kalinya dalam sejarah musik. Segera setelah itu, penjualan CD pun melonjak beserta pemutarnya. Studio pun akhirnya mengalihkan fokus memproduksi lagu dalam bentuk CD.
CD pun hadir dalam beberapa format seperti CD-R (CD-recordable), CD-RW (CD-rewritable)-yang memungkinkan setiap orang bisa membeli disk kosong dan merekam suara mereka sendiri. Teknologi ini merupakan cara baru dalam berbagi musik dan konten audio.
6. Pemutar MP3
Setelah debut prototipe MP3 pertamanya sukses, Saehan Information Systems memproduksi secara massal alat pemutar musik bernama MPMan F10 in 1998. Nggak lama setelah itu, Diamond Multimedia merilis Rio PMP300 yang harganya lebih terjangkau. Boom! Setelah itu, pemutar MP3 begitu diburu oleh masyarakat!
Perangkat ini awalnya hadir dengan ukuran besar–namun nyaman di genggaman–dan memiliki sedikit ruang penyimpanan. Untuk menggunakan alat ini, pendengar kudu pakai situs peer-to-peer untuk mengunduh musik serta perangkatnya. Contohnya yang paling terkenal adalah iPod Apple di tahun 2001. Setelah Apple merilis iTunes, ‘perpustakaan musik’ berbasis web untuk penggunaan iPod, PC Windows, dan pemutar MP3 mendominasi pasar.
Sepanjang tahun 2000-an, MP3 berjaya di pasar musik. Hingga pada akhirnya tahun 2010-an, MP3 mulai kehilangan taji setelah smartphone dibekali alat pemutar musik yang terintegrasi dengan internet.
Dibalik kemudahan mendengarkan musik saat ini, rupanya terdapat perjalanan panjang dari alat pemutar musik, Sob. Evolusi alat pemutar musik mungkin butuh waktu lama untuk mencapai kemapanan seperti saat ini. Namun perjalanan tersebut bak sebuah pengingat bahwa tak ada yang sia-sia dari sebuah perubahan dan inovasi.