Pernah dengan abuse of power, Sob? Dikutip Business.com, situasi abuse of power merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat untuk kepentingan tertentu, baik diri sendiri, orang lain, korporasi, atau lembaga.
Tentu fenomena ini nggak hanya terjadi di Indonesia, namun juga skala global. Salah satu contohnya adalah kisah dari Elizabeth Bathory dan Vlad Tepes. Mereka berdua merupakan darah daging dari ‘orang penting’ alias keluarga mereka darah biru, Sob.
Namun sayangnya, privilese tersebut mereka gunakan semena-mena; abuse of power yang mereka lakukan juga ngeri, kekuasaan yang keduanya miliki dipakai untuk membunuh orang lain, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun orang lain.
Karena nggak segan membunuh, keduanya sampai dijuluki ‘vampir’ oleh masyarakat hingga kini. Kisah mereka berdua patut kita simak untuk menambah wawasan sejarah dunia kamu, nih, Sob. Langsung cus dibaca, ya!
Elizabeth Bathory, ‘Vampir’ Pencinta Darah Perawan
Dalam artikel bertajuk Countess Elizabeth Bathory and the Dark Truth Behind Her Killer Legend yang diterbitkan Syfy pada September 2020, diceritakan bahwa Bathory adalah perempuan yang lekat dengan julukan ‘vampir’ di Eropa.
Ia lahir di sebuah perkebunan keluarga di Nyírbátor, Kerajaan Hongaria pada tahun 1560 atau 1561 M. Putri Baron George VI Bathory dan Baroness Anna Bathory ini merupakan keluarga bangsawan; keturunan Raja Polandia dan pangeran Transylvania.
Artikel Syfy menyebutkan kalau Elizabeth kemudian dijodohkan dengan Ferenc Nádasdy, bangsawan dan pewaris dinasti terkaya kala itu. Walau secara teknis status sosialnya lebih rendah dari istrinya, sih.
Namun sayang, sang suami meninggal pada 4 Januari 1604 pada usia 48 tahun setelah 29 tahun lamanya menikah dengan Bathory. Selepas kematian suaminya, beragam tuduhan atas kekejaman pada sang istri mulai bermunculan.
Menteri Lutheran, István Magyari bahkan mengajukan keluhan terhadap Bathory atas desas-desus kekejaman yang ia lakukan pada masyarakat khususnya perempuan muda. Keluhan tersebut dilayangkan sekitar tahun 1602 hingga 1604. Sampai pada akhirnya, pada 1610 Raja Matthias II menugaskan dua notaris András Keresztúry dan Mózes Cziráky untuk mengumpulkan bukti atas tuduhan pada Bathory.
Dilansir Nationalgeographic.com, tak disangka dari ratusan kesaksian yang dikumpulkan, mereka mengungkapkan terdapat gadis-gadis berusia 10 tahun telah diculik oleh Bathory, dipukuli dengan sadis, dan dimutilasi hingga pada akhirnya dibekukan atau meninggal kelaparan.
Kayleigh Donaldson, penulis Countess Elizabeth Bathory and the Dark Truth Behind Her Killer Legend melaporkan motif paling umum dari pembunuhan gadis muda tersebut karena Elizabeth Bathory akan mandi darah korbannya sebagai cara untuk mempertahankan pesona dan masa mudanya yang legendaris.
Jadi, Elizabeth Bathory Pembunuh?
Bisa dibilang seperti itu, Sob. Lebih tepatnya serial killer, sih. Pembunuhan atas keinginannya sendiri dan ada banyak jumlahnya. Dilansir Britannica.com, Elizabeth Bathory telah membunuh 600 orang dengan dibantu asistennya. Wadaw! Ratusan korban tersebut disiksa dan darahnya kemudian dibuat mandi oleh Bathory.
Atas kelakuannya tersebut, Bathory kemudian ditangkap pada 30 Desember 1610 bersama empat pelayannya dan terbukti bersalah. Alih-alih diadili dengan eksekusi di depan publik seperti film lawas gitu, Sob. Eh, Bathory ternyata hanya jadi tahanan rumah di kastil Csejte selama sisa hidupnya sampai meninggal pada 21 Agustus 1614.
Saking terkenalnya kisah ngeri Bathory, ia kini menjadi ikon budaya pop modern khsusunya dalam novel vampir. Alasan ia disebut ‘vampir’ karena Bathory ‘hobi’ mandi darah perawan perempuan, Sob. Macam vampir gitu, ya, suka mengonsumsi darah. Ckckckck.
Vlad Tepes: Drakula si Penusuk
Biar nggak ada ketimpangan gender, kita cerita ‘vampir’ versi cowoknya, nih. Ia adalah Vlad Tepes alias Vlad III. ‘Vampir’ yang ini nggak kalah bengisnya dengan Bathory, Sob. Saking kejamnya, Vlad juga dijuluki dengan Vlad the Impaler dan Vlad Dracula. Ho oh, drakula!
Mengapa sampai pada akhirnya pria ini mendapat julukan ngeri tersebut? Dikutip NBCNEWS.com, sebabnya adalah bangsawan ini sepanjang hidupnya telah menusuk 20.000 orang dan membunuh 60.000 orang, Sob. Sebagian bahkan percaya kalau penguasa sadis ini memakan korbannya dan mencelupkan roti ke darah para korban. Huwek!
Vlad Tepes sendiri lahir di Wallachia (kini dikenal sebagai Rumania) pada tahun 1431. Ibunya berasal dari keluarga kerajaan Moldavia dan ayahnya merupakan Vlad II Dracul. Nah, ‘dracul’ di sini bukan drakula, Sob, melainkan artinya naga.
Terletak di antara Eropa yang kala itu diduduki oleh Kristen serta Muslim yakni Kekaisaran Ottoman, Transylvania dan Wallachia sering menjadi tempat pertempuran berdarah ketika pasukan Ottoman mendorong ke barat ke Eropa. Serta tentara Perang Salib memukul mundur penjajah atau menuju timur ke Tanah Suci.
Vlad Kecil Terpisahkan dari Ayah dan Saudaranya
Ketika Vlad II Dracul yakni sang ayah dipanggil pertemuan diplomatik pada 1442 oleh Sultan Murad II, dia membawa putra-putranya yang masih kecil yakni Vlad III dan Radu. Namun pertemuan tersebut adalah jebakan; ketiganya ditangkap dan disandera. Sang ayah dibebaskan dengan syarat anak-anaknya ditinggal.
Selama disandera, Vlad III dan Radu mendapatkan ilmu sains, filsafat, seni perang hingga berkuda. Lumayan, lah, ya. Nggak lama setelah disandera, dilansir Livescience.com, pada 1447 Dracul lengser karena dibunuh di rawa-rawa Balteni, Wallachia. Kakak laki-laki Vlad, Mircea, disiksa, dibutakan, dan dikubur hidup-hidup, Sob.
Mengetahui hal tersebut, Vlad Tepes dibebaskan dan melakukan balas dendam. Saat itu ia menggunakan nama Vlad Dracula yang memiliki makna ‘putra naga’ dan kembali ke Wallachia, menurut From the Order of the Dragon to Dracula yang ditayangkan dalam Journal of Dracula Studies Vol. 1 (1999).
Vlad Dracula Menggantikan Ayahnya
Pada 1448, Vlad Dracula merebut takhta Wallachia dari Vladislav II, pria yang telah menggantikan ayahnya. Dia berhasil namun hanya beberapa bulan saja. Namun pada tahun 1456, Vlad Dracula kembali dengan pasukan dan dukungan dari Hungaria serta sukses merebut takhta kembali.
Saat perang perebutan takhta tersebut Vlad Dracula rupanya memenggal kepala Vladislav. Dari sinilah, kengerian Vlad Dracula dimulai, Sob! Apalagi ketika dirinya duduk kembali di kekuasaan.
Sejarawan percaya kalau Vlad Dracula memiliki kebiasaan menusuk karena ketika muda disandera oleh Ottoman dan sering melihat pemukulan serta penyiksaan. Gegara kebiasaan menusuk ini, Vlad Dracula punya banyak haters yang memunculkan pemberontakan, Sob.
Bukannya Vlad Dracula membenci haters lalu insecure, ia malah mengundang haters-nya tersebut untuk makan di perjamuannya. Tanpa babibubebo, perjamuan makan tersebut berubah menjadi perjamuan ‘darah’. Tamu Vlad Dracula ditikam sampai mati semua!
Sejak kejadian bengis ini, Vlad Dracula makin menjadi-jadi. Setiap ada orang yang benci sama dia, Vlad nggak segan untuk menusuk atau membunuh dengan cara mengerikan. Nggak kaget kalau dia dijuluki the Impaler alias si penusuk, ye.
Metode penusukannya pun memiliki ciri khas tersendiri yakni menggunakan tongkat kayu atau logam yang kemudian ditusukkan ke tubuh korban. Dimulai dari dubur atau vagina yang kemudian perlahan-lahan menembus tubuh sampai keluar dari mulut, bahu, atau leher korban. Setelah ditusuk, korban kemudian dipajang selama berhari-hari di depan umum untuk ditonton masyarakat.
Lalu, Kapan Kekuasaan Vlad Dracula Berakhir?
Masa kekuasaannya berakhir pada 1462, dirinya kemudian menikah dengan Jusztina Szilágyi pada tahun 1476. Istrinya adalah kerabat Raja Hungaria Matthias Corvinus dan berhasil mengembalikan Vlad Dracula naik takhta lagi.
Namun sayang, Vlad Dracula tewas dalam bertempuran bersama Hungaria ketika dirinya berperang dengan Ottoman yang sama yakni 1476. Ia meninggal dengan kepala dipenggal dan diarak kembali ke Konstantinopel. Kepalanya diserahkan ke tangan musuhnya, Sultan Mehmed II, untuk dipajang di atas gerbang kota. Jenazahnya tidak pernah ditemukan.
Siapa Paling Abuse of Power?
Kalau dilihat dari jumlah korban, tentu Vlad Tepes alias Vlad Dracula adalah pemimpin yang terbukti paling abuse of power. Jumlah korbannya bahkan puluhan ribu, Sob.
Namun terlepas dari jumlah korban, keduanya sama-sama telah menyalahgunakan kekuasaan mereka; membunuh untuk kepentingan diri sendiri dan kepentingan kerajaan.