Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Namun sayangnya sampai saat ini Indonesia masih kekurangan jumlah industri yang mengolah bijih nikel menjadi bahan baku baterai. Akibat dari ketidaksiapan ini, membuat sejumlah pelaku industri tambang terpaksa melakukan ekspor olahan bijih nikel ke luar negeri.
Menurut CEO Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus, kondisi ini terjadi karena belum ada kesiapan dari industri anoda domestik untuk melanjutkan turunan dari mix hydroxide precipitate (MHP) seperti nikel sulfat (NISO4) dan Cobalt Sulfat (CoSO4).
“MHP kita masih ekspor karena kita belum olah di dalam negeri sampai ke sulfat ke packing menjadi sel, itu masih tahap satu setelah bijih nikel, karena siapa yang mau beli,” ujar Alex di Jakarta, pada Rabu (12/10).
Ia juga mengatakan bahwa nilai tambah dari kegiatan hilirisasi tambang nikel di Morowali sebagian besarnya masih didominasi ke pasar luar negeri. Oleh karena itu, Alex meminta kepada pemerintah agar segera menggalakkan pembangunan industri perantara hingga hilir untuk menyerap limpahan nikel hasil permurnian, sehingga dapat meningkatkan daya ekspor olahan bijih nikel Indonesia.
“Sekarang kita produksi prekursor dan katoda tapi di dalam negeri tidak ada industri anodanya tetap saja harus ekspor, proses hiliriasi harus disambung dengan industri baru nilai tambah kita dapatkan,” lanjutnya.
Indonesia memang memiliki wacana untuk membangun industri bahan baku baterai kendaraan listrik. Namun beberapa pelaku industri memaparkan, Indonesia masih belum bisa menuju ke sana, Sob. Sebab minimnya jumlah industri yang hendak mengolah atau menyerap olahan bijih nikel. Intinya, sih, Indonesia harus memperbanyak industri perantara hingga hilir dalam negeri agar serapan olahan bijih nikel bisa maksimal. Jadi biar Indonesia benar-benar menikmati hasilnya, nih, Sob!
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pun turut urun pendapat, menurutnya hilirisasi komoditas sejenis mineral dan logam tak cukup sampai pengolahan barang setengah jadi. Maka sampai saat ini, pemerintah terus mendorong perkembangan industri baterai kendaraan listrik guna menyerap hasil olahan nikel.
“Nikel sekarang tidak hanya cukup kita melalukan hilirisasi setengah jadi, kita buat hilirisasinya 70-80%. Bagaimana kita kembangkan, kita kembangkan kepada baterai,” tutur Bahlil di Jakarta, pada Rabu (12/10).
Presiden Joko Widodo menyampaikan pula bahwa dengan adanya hilirisasi industri dapat meningkatkan nilai ekspor Indonesia. Contohnya, lanjut Jokowi, setelah ada hilirisasi nilai ekspor komoditas nikel bisa bertambah dari Rp15 triliun jadi Rp360 triliun.
“Saya kasih contoh bolak-balik nikel. Saat masih ekspor bahan mentah setahun nilainya kira-kira Rp15 triliun. Setelah masuk ke industrialisasi, hilirisasi, menjadi US$20,9 juta, ini sudah di angka Rp360 triliun. Dari Rp15 triliun melompat menjadi Rp360 triliun, itu baru satu barang kita miliki,” ujar Presiden Jokowi.
Sekadar informasi, nih, Sobat. Sejauh ini kawasan industri IMIP yang mencakup luasan tambang nikel mencapai 43.000 hektare, mampu memproduksi nickel pig iron (NPI) sebesar 3,63 juta MTPY per tahun. Nggak cuma itu saja, PT IMIP juga sukses menghasilkan katoda hingga 195.000 per MTPY dari 3 industri. Wah, semoga makin banyak industri di Indonesia yang bisa memanfaatkan serapan olahan nikel, Sob, agar ke depannya negara kita benar-benar bisa menghasilkan barang jadi dan bisa dinikmati dalam negeri dan luar negeri.