Hilirisasi nikel di Indonesia sepertinya sudah mulai tunjukkan ‘taringnya’, nih, Sob. Pasalnya, hilirisasi nikel dinilai sukses, hal ini terbukti dengan meningkatnya nilai ekspor nikel Indonesia pada tahun 2022 yang diproyeksi mencapai 10 kali lipat dari tahun 2017, yang hanya sekitar US$ 3 miliar.
Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, mencatat nilai perdagangan nikel Indonesia pada tahun 2021 tercatat US$ 20,9 miliar. “Menurut data perdagangan, kami akan menutup perdagangan nikel pada 2022 dengan nilai US$ 27 miliar sampai US$ 30 miliar,” kata Bahlil.
Yaps, pemerintah mengklaim bahwa dengan adanya pelarangan ekspor bahan baku nikel, Indonesia makin sukses meraup cuan, Sob. Namun demikian, Bahlil menyampaikan kalau banyak negara yang nggak setuju dengan kebijakan tersebut, seperti beberapa negara dari Uni Eropa.
Bahlil memaparkan, pelarangan ekspor bahan baku termasuk dalam upaya pemerintah untuk mengurangi emisi karbon. Menurutnya, pengolahan bahan baku di dalam negeri dapat mengatur emisi yang dirilis dalam pengolahan bahan baku.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan, menjelaskan kalau industri pengolahan dalam negeri mampu melahirkan baterai lithium secepatnya pada kuartal II/2024. Saat ini hilirisasi nikel yang dilakukan pelaku industri dalam negeri adalah membuat baja nirkarat.
Luhut menjelaskan kalau nilai ekspor baja nirkarat Indonesia bikin nilai ekspor tahun 2021 mencapai US$ 232 miliar. Sebab, 70 persen dari total ekspor nasional tersediri dari ekspor beji dan baja. Di masa depan, target Luhut untuk bidang energi bakalan tumbuh sekitar 14,22 persen menjadi US$2,4 miliar.
Berkat pertumbuhan nilai ekspor tadi, Luhut yakin kalau neraca dagang Indonesia akan segera masuk zona hijauh dan defisit sekitar Rp 2.5 miliar! Jumlah yang nggak sedikit, nih, Sob. Tertarilk untuk jadi anak tambang? Jangan lupa persiapkan diri berupa fisik dan mental sebelum terjung ke bidang energi, ya.