Sempat digadang-gadang seperti komoditas tembaga yang batal kena pelarangan, akhirnya ekspor bauksit resmi dilarang oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai Sabtu (10/6/2023) lalu. Keputusan untuk tetap melanjutkan pelarangan ekspor bauksit karena pemerintah tak kunjung melihat ada kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian alias smelter bauksit.
“Seharusnya pelaku usaha bauksit mau bangun smelter dong. Ada kerja sama lah,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM), Arifin Tasrif di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (9/6/2023).
Lebih lanjut, Menteri Arifin mendorong pelaku usaha bauksit untuk tetap melanjutkan pembangunan fasilitas pengolahan mineral atau smelter guna mendukung program hilirisasi bauksit. Hillirisasi bauksit dinilai bisa memberikan nilai tambah di dalam negeri.
“Pinsipnya kita (pelaku usaha) membangun smelter untuk membuat nilai tambah di dalam negeri. Masa iya mau ambil untungnya saja, sedangkan negara diberi sisa-sisa,” kata Arifin.
Saat ini, Indonesia diketahui telah memiliki empat smelter bauksit, yaitu milik PT. Indonesia Chemical Alumina, PT. Bintan Alumina Indonesia, PT. Well Harvest Winning Alumina Refinery Line, dan PT. Well Harvest Winning Alumina Refinery Line-2. Keempat smelter bauksit ini menyerap total 13,9 juta ton bijih bauksit dan memproduksi 4,3 juta ton alumina.
Untung-Rugi Larangan Ekpor Bauksit
Dengan ekspor bauksit resmi dilarang, Indonesia memang akan kehilangan potensi ekspor 8 juta ton senilai 288,5 juta dolar AS atau sekitar Rp4,26 triliun. Nggak hanya nilai ekspor, penerimaan negara dari royalti juga akan berkurang hingga 49,6 juta dolar AS.
Meski ada kehilangan pendapatan, larangan ekspor bauksit dan produk bauksit yang diolah dari smelter yang telah existing diyakini bakal memberikan nilai tambah hingga 1,9 miliar dolar AS.
“Maka pemerintah masih mendapatkan manfaat bersih 1,5 miliar dolar AS dan lapangan pekerjaan untuk 7.627 orang,” ujar Arifin.
Sementara itu, untuk komoditas mineral lainnya, seperti tembaga, masih akan diberikan relaksasi izin ekspor terutama untuk PT. Freeport Indonesia dan PT. Amman Mineral Nusa Tenggara. Alasannya, kedua perusahaan tersebut telah melampaui 51% proses pembangunan smelter tembaga. Ekspor konsentrat tembaga keduanya diperpanjang hingga Mei 2024.