Setelah Presiden Joko Widodo mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 52/2022 yang mengatur tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan Galian Nuklir, pemerintah dan presiden kemudian memberikan restu untuk melakukan eksplorasi bahan nuklir.
Pada nggak nyangka, kan, kalau Indonesia punya bahan baku untuk pembuatan nuklir? Saking beraneka ragam sumber daya alam di Indonesia, menurut data Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pada tahun 2019, Indonesia punya total sumber daya uranium 81.090 ton dan thorium sebanyak 140.411 ton. SDA jenis ini terdata ada di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.
Untuk besarannya, Sumatra memiliki 31.567 ton uranium dan 126.821 ton thorium. Lalu Kalimantan ada 45.731 ton uranium dan 7.028 ton thorium, dan Sulawesi sebanyak 3.793 ton uranium serta 6.562n ton thorium.
Jika pemerintah hendak membuat pembangkit listrik tenaga listrik (PLTN) dengan kapasitas 1.000 MW, dibutuhkan 21 ton uranium yang mampu memproduksi listrik selama 1,5 tahun, Sob.
Kendati demikian, pengembangan eksplorasi bahan nuklir untuk dijadikan PLTN masih membutuhkan sejumlah kendala. Satu di antaranya adalah biaya investasi pengembangan PLTN yang lebih mahal dibandingkan pembangkit energi terbarukan, contohnya pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Herman Darnel Ibrahim selaku Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), memaparkan kalau Indonesia masih banyak bergantung kepada negara lain mengenai pengembangan PLTN. Baik dari aspek pengembangan teknologi PLTN, operasional hingga pembangunan.
“Ada sejumlah peralatan yang Indonesia harus impor dan dalam perawatan juga akan melibatkan negara lain,” kata Herman pada diskusi Dinamika Perkembangan PLTN Pasca Kecelakaan Fukushima pada Jumat (11/3).
Ia menambahkan walau pasokan bahan baku tenaga nuklir di Indonesia melimpah, bahan nuklir tersebut nggak bisa sembarangan digunakan apalagi jika nggak ada proses sebelum menuju PLTN.
“PLTN yang 100 KW di Jogja itu suku cadangnya harus dibawa ke Amerika Serikat dulu melalui Cilacap dan itu dikawal,” ujarnya.
Bayangkan jika harus dibawa ke Amerika Serikat melalui Cilacap, kemudian balik lagi ke Indonesia, pasti membutuhkan dana yang nggak sedikit, Sob. Mihil!
Selain mahal, keberadaan PLTN di Indonesia dirasa menimbulkan masalah baru, Sob. Hal ini dikarenakan lokasi permukiman warga harus berada di dalam radius minimal 16 kilometer dari lokasi PLTN.
Kalau PLTN dibangun di pinggir laut, maka 40.000 m2 lahan di sekitar PLTN dilarang untuk menjadi lokasi hunian masyarakat, tempat usaha, pertanian atau perikanan. Sehingga keberadaan PLTN skala besar di Indonesia dirasa tidak memberikan rasa aman ke masyarakat serta menambah beban ekonomi pemerintah.
“Punya nuklir di negara yang mayoritas muslim dan pernah terlibat dalam aksi terorisme itu salah satu aspek untuk menambah anggaran di sektor nuclear security, karena beberapa studi menunjukkan bahwa salah satu sasaran terorisme adalah PLTN,” tutupnya.