Inspirasi nyata kembali hadir pada sosok satu ini! Siapa sangka, rupanya beternak lele di masa kuliah menjadi awal dari Gibran Huzaifah mendirikan startup di bidang agrikultur bersama Co-Foundernya, Chrisna Aditya. Dirinya melihat peluang dengan mengembangkan alat cerdas untuk pemberi pakan ternak bernama eFishery. Startup ini merupakan penyedia alat pintar dengan mesin IoT (internet of things) untuk pemberi pakan. Ya, eFishery jadi solusi budidaya tambak ikan di era terkini.
“eFishery adalah platform teknologi untuk Aquaculture. Menyediakan hardware dan software, marketplace, data dan lainnya,” ujar Gibran, dikutip dari CNBC Indonesia.
Gibran mengatakan teknologi di startup ini dapat memberikan pakan ikan seperti lele, nila, mas, dan udang secara otomatis dengan menggunakan sensor untuk menerima sekaligus mengirimkan data. “Jadi ada aplikasi di dashboard. Di mana alat ini tidak hanya mengotomatisasi pemberian pakan secara terjadwal dan dosis yang tepat, tetapi juga mencatat setiap pemberian pakan secara real time,” ujarnya.
Ide di balik eFishery ini sebenarnya adalah pemberian pakan secara terjadwal dan sesuai takaran. Dalam usaha budidaya ikan, biaya yang dikeluarkan pemilik kolam untuk pakan biasanya mencapai 60-70% dari total biaya produksi. Menurut pengamatan Gibran, pemberian pakan dengan cara tradisional yakni penggunaan tangan dinilai tidak efisien.
“Pemberian penggunaan tangan itu langsung dilempar dalam jumlah banyak. Saat pakan ini terendam air, beberapa nutrisi akan hilang hingga 98% dalam waktu 1 jam. Jadi sayang sekali ikan tidak menyerap nutrisinya,” ujar Gibran. Dengan pemberian pakan yang terjadwal dan dosis yang tepat, Gibran mengatakan eFishery telah terbukti dapat menurunkan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kilogram daging hingga 24%. Dengan kata lain, penggunaan pakan menjadi efisien.
Lalu, benarkah eFishery menjadi solusi budidaya tambak ikan? Kita bisa simak kelebihannya terlebih dahulu. Kelebihan eFishery lainnya adalah keterhubungan sistem otomatis feeder atau pemberi pakan otomatis dengan jaringan internet. Melalui aplikasi di gawai, pengguna dapat mengatur frekuensi dan jadwal pemberian pakan sesuai dengan takaran.
Pemilik kolam juga dapat mengunggah jumlah pakan yang digunakan ke server internet untuk referensi di masa depan. Di dalam aplikasi tersebut, pola pemberian pakan berbasis algoritma untuk empat jenis budidaya yakni ikan nila, mas, lele, dan udang. Cara ini disebut Gibran dengan nama feeding program.
Gibran juga mengatakan bahwa eFishery sedang dalam tahap pengembangan fitur baru yakni sensor pendeteksi kekenyakan ikan berdasarkan riak air dalam kolam. “Teknologi ini pada dasarnya ialah akselerometer. Asumsinya, lapar atau kenyangnya ikan dapat dideteksi melalui perilaku,” ujarnya. Harapannya, dengan teknologi ini para peternak dapat menentukan kapan harus menyetop pemberian pakan.
Peternak ikan seperti Lele, Nila, Mas, hingga Udang dapat mengakses data pemberian pakan secara lengkap, kapanpun dan dimanapun. Dengan begitu tidak ada kejadian over feeding atau terlalu banyak memberikan pakan serta penyelewengan pakan. “Istilahnya adalah smartfeeder. Pengguna hanya perlu membuka aplikasi dari gawai, memberi makan, dan secara langsung ikan dan udang Anda kenyang,” imbuhnya.
Gibran mengklaim bahwa penggunaan eFishery sangat mudah dan friendly, sangat cocok untuk mereka yang sedang ingin mengembangkan bisnis perikanan secara efektif dan efisien. Selain smartfeeder, eFishery juga mulai meluncurkan marketplace sebagai tempat menjual hasil panen dan peternak yang menggunakan aplikasi tersebut.
eFishery juga memiliki fitur pengunggahan data pakan ke server internet. Dengan fitur ini, Gibran berharap dapat menyediakan informasi berharga bagi peternak ikan. Ia mengungkapkan bahwa perusahaannya ingin mengumpulkan data dari petani yang tadinya tidak tersedia kemudian menghubungkannya dengan variabel lain seperti data cuaca dan kualitas air. “Dengan data ini, kita bisa memprediksi apakah metode yang dilakukan peternak tersebut optimal atau tidak, “ tutupnya.
Gibran menambahkan bahwa informasi berbasis data itu nantinya akan diberikan ke peternak dan stakeholders lainnya seperti produsen pakan dan pembeli ikan. “Tujuannya untuk transparansi, traceability. Jadi saat mereka beli ikan, mereka bisa tahu apakah ikan ini diberi makan limbah atau pakan yang bagus serta ikan ini produktivitasnya bagus atau tidak,” ujarnya.
Inovasi Gibran saat ini telah disambut baik oleh Ketua Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (GAPPINDO) yakni Herwindo Suwondo. Menurut Herwindo, kasus terkait pakan ikan kerap memberatkan para pembudidaya karena harganya yang mahal. Hal ini dikarenakan sekitar 89% bahan baku pakan seperti tepung jagung, bungkil kedelai, tepung daging dan tulang, artemia, dan minyak ikan diperoleh melalui impor.
Oleh sebab itu, jika pakan yang mencakup sebagian biaya produksi itu bisa diberikan secara efisien, para peternak dapat lebih hemat. “Jadinya akan berpengaruh ke harga produk para peternak bisa bersaing di luar negeri,” imbuh Herwindo.
Melalui terobosan teknologi ini, Gibran dan Chrisna berkesempatan untuk hadir di showcase technology dan menjadi pembicara di beberapa sesi di ajang Mobile World Congress (MWC) 2019 di Barcelona. Dikutip dari TechInAsia, pada November 2018, eFishery juga menerima pendanaan startup Seri A sebesar US$ 4 juta.
Kini, eFishery telah digunakan di lebih dari 98 Kabupaten/Kota yang tersebar di 29 provinsi di Indonesia. Sudah ada 11.000 kolam dari 600 petambak baik ikan maupun udang. eFishery juga sedang menjalankan proyek perdana di Bangladesh, Thailand dan Vietnam.
Luar biasa, bukan, perjalanan dari eFishery?