Berkat kehadiran media sosial, laman, atau website pribadi, kita memang jadi dimudahkan dalam menghubungi dan mengetahui seseorang karena penempatan informasi pribadi mereka di aneka platform daring. Namun di balik kemudahan tersebut, rupanya ada suatu momok; doxing. Sobat pernah mendengar istilah ini?
Dilansir The Conversation USA, doxing merupakan gagasan mengumpulkan dokumen alias docs yang dilakukan seseorang. Dari kata itulah, istilah doxing muncul. Sayangnya, kegiatan ini berkonotasi negatif karena doxing bukanlah kegiatan mengumpulkan dokumen atau data biasa. Melainkan membongkar atau menyebarkan informasi pribadi seseorang yang dilakukan oleh pihak tidak berwenang tanpa seizin yang bersangkutan.
Ilustrasinya bisa seperti ini, Sob. Ada seseorang atau suatu lembaga yang mengumpulkan informasi pribadimu dan secara sengaja menyebarkannya, baik online maupun offline, tanpa seizin kamu. Kan, ngeselin dan nyeremin, ya? Bisa dibilang, metodenya mirip dengan hacking karena dilakukan secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan.
“Memangnya, doxing bisa semudah itu terjadi?”
Jawabannya iya, Sob! Apalagi kini jejak digital di media sosial dan berbagai aplikasi bisa kamu tinggalkan kapanpun tanpa kamu sadari. Contohnya, saat kamu membuat media sosial, mau tak mau kamu diminta untuk mengisi berbagai macam data diri. Selanjutnya, di media sosial tersebut kamu juga rajin mengunggah keseharian, foto keluarga atau teman, dokumen, bahkan curhatan kamu pun juga ada di media sosial.
Otomatis, media sosial kini jadi identitas dari dirimu, Sob. Secara nggak langsung, kamu seperti ‘membuka diri’ kepada seluruh dunia untuk mengetahui identitasmu. Yap, ketika kamu mengunggah tentang dirimu di media sosial, itu berarti kamu ‘bersedia’ untuk menjadi konsumsi publik secara tak terbatas.
Internet canggih, akses yang luas serta mudah diraih; BOOM! Dengan perpaduan yang pas ini, nggak kaget kalau pelaku doxing mudah melancarkan aksinya dalam mencari, mengumpulkan, dan menyebarkan data-data orang lain.
Oleh sebab itu, dalam jurnal Doxing: a conceptual analysis yang ditulis oleh David M. Douglas (2016), doxing bisa disebuat sebagai ‘alat’ yang digunakan untuk menguntit dalam dunia maya alias cyberstalking.
Tipe-tipe Doxing
Masih dalam jurnal yang sama karya David M. Douglas, ada tiga tipe dari perilaku kejahatan online ini. Berikut rinciannya:
1. Deanonymization: dilakukan dengan cara memberikan informasi yang mengungkapkan identitas seseorang yang sebelumnya anonim atau hanya dikenal dengan nama samaran.
2. Targeting: dilakukan untuk mengungkapkan informasi spesifik yang membuat lokasi seseorang dapat dilacak keberadaannya.
3. Delegitimization: dilakukan untuk merusak kredibilitas, reputasi, atau karakter seseorang.
Cara agar Terhindar dari Doxing
Dilansir laman North Carolina Department of Information Technology (NC DIT), ada beberapa langkah yang bisa Sobat SJ lakukan agar terhindar dari kejahatan online ini:
1. Cek Media Sosial Secara Berkala
Pastikan kamu mengatur privasi pada akun media sosial secara berkala. Kalau ada akun yang sudah nggak digunakan, langsung saja non aktifkan, ya! Lalu, cek juga followers yang ada di media sosialmu, kalau ada yang mencurigakan langsung hapus atau block saja.
Hindari pula mengunggah informasi pribadi seperti alamat rumah, nomor telepon, informasi keluarga, bahkan hobimu. Kurangi melakukan tag di media sosial agar pelaku doxing sulit menemukan informasi tentang kamu dan sekitarmu.
2. Sering Cek Jaringan Internet
Sering-seringlah kamu mencari tahu tentang dirimu dan keluarga di media sosial. Kalau ada foto yang terunggah, coba cari PII dan foto, lalu hubungi webmaster situs web tersebut untuk menghapus informasi apa pun yang kamu inginkan.
Alangkah baiknya, kamu jangan menyimpan file yang tidak terenkripsi dan berisi nomor jaminan sosial atau PII sensitif. Contohnya melalui Google Drive, Dropbox, e-mail, dan lainnya. Kalau nggak diperlukan, jangan daftarkan diri atau memasukkan data kamu untuk website apapun.
3. Cek Gadget Secara Berkala
Hapus aplikasi yang nggak dipakai, ya, Sob untuk memastikan aplikasi tersebut nggak melacak kamu! Lalu, rutin perbarui sistem operasi, aplikasi, antivirus, dan perangkat lunak penting di gadget kamu.
Yang nggak kalah penting, kalau mau install aplikasi, nih. Pertimbangkan sebelum install, apakah aplikasi tersebut melacak letak geografismu atau bahkan bisa melacak data privasi di gadget kamu.
4. Cek Password Secara Rutin
Ada baiknya, gunakan otentifikasi multi-faktor, ya. Dengan begitu, peretas akan lebih susah ketika hendak membobol datamu. Pakai juga password yang berbeda pada setiap gadget, aplikasi, atau akun media sosialmu.
Untuk bikin password pun, jangan yang mudah, Sob! Setidaknya pakai 10 karakter yang terdiri dari huruf besar, huruf kecil, angka, dan simbol. Semakin rumit, semakin sulit peretas hendak membobol. Paling baik lagi, ganti password-mu setiap 60 hari sekali.
Pada intinya, perilaku doxing tidak dapat dibenarkan atas alasan apa pun. Data pribadi seseorang merupakan hal yang vital dan ranah privat. Lalu, bagaimana jika kamu menjadi korban dari ‘begal online’ ini? Tenang, Sob! Indonesia sekarang sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang baru disahkan 20 September 2022.
Menurut Menkominfo, Johnny G. Plate, UU ini akan mengatur hak-hak pemilik data pribadi dan sanksi bagi penyelenggara sistem elektronik atas tata kelola data pribadi yang diproses dalam sistem. Jika ada pelanggaran, akan ada sanksi, loh!
“Untuk besaran sanksinya bervariasi dari tingkat kesalahan. Mulai dari hukuman badan 4 tahun sampai 6 tahun pidana, maupun hukuman denda sebesar Rp4 milliar hingga Rp6 milliar setiap kejadian. Apabila terjadi kesalahan, maka dikenakan sanksi sebesar 2% dari total pendapatan tahunan,” terang Johnny, dikutip dari laman resmi Kominfo.
Jadi Sobat, jangan sekali-kali melakukan doxing atau dengan sengaja menyebarkan data pribadi seseorang, ya! Sudah ada pasalnya, nih, di Indonesia. Namun jika kamu menemukan kasus serupa, jangan segan untuk melaporkan karena hal tersebut masuk ke dalam ranah kejahatan.