Merunut hari-hari menjelang peringatan proklamasi kemerdekaan RI, peristiwa kegemparan ledakan bom di tanah Jepang tak bisa dihapus dari catatan historis. Selain berpengaruh besar melemahkan kekuatan Jepang di kancah Perang Dunia II, peristiwa di Nagasaki berupa bom jatuh telah mendorong terciptanya momen kemerdekaan rakyat Indonesia.
Mula-mula adalah produksi senjata berhulu ledak tinggi yang digawangi pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1940. Setelah memasuki Perang Dunia II, pendanaan program pengembangan senjata atom AS berada di bawah tanggung jawab Kantor Penelitian dan Pengembangan Ilmiah bersama dengan Departemen Perang AS.
Dengan nama sandi The Manhattan Project atau “Proyek Manhattan”, program ini dikepalai oleh Korps Insinyur Angkatan Darat A.S. Ia bertugas memandu pembangunan fasilitas luas dan mumpuni sebagai prasarana pelopor program rahasia.
Selama beberapa tahun kemudian, para ilmuwan proyek ini bekerja memproduksi bahan kunci untuk fisi nuklir—uranium-235 dan plutonium-239. Bahan-bahan mentah ini lalu dikirimkan ke Los Alamos, New Mexico. Di sana, sebuah tim laboratorium yang dipimpin Julius Robert Oppenheimer bekerja untuk mengubahnya menjadi bom atom yang bisa diterapkan.
Uji coba pertama Proyek Manhattan atas perangkat bom atom plutonium yang disebut Trinity berhasil dilakukan di Alamogordo, New Mexico, AS, pagi hari 16 Juli 1945. Pada saat bersamaan, kondisi peta kekuatan Sekutu kala itu telah berhasil menumpas Jerman di Eropa.
Sementara Jepang, dengan gigih bahkan bersumpah akan terus berjuang sampai akhir yang pahit di Pasifik. Padahal sejumlah indikasi telah menunjukkan bahwa sejak 1944, Jepang hanya punya sedikit peluang untuk menang.
Keterbatasan tak memudarkan semangat tempur Jepang hingga pertengahan Juli 1945. Dalam rentang pertengahan April hingga Juli 1945—ketika Presiden AS dijabat oleh Harry Truman—pasukan Jepang telah mencatatkan korban Sekutu berjumlah hampir setengah dari jumlah yang menderita selama tiga tahun penuh perang di Pasifik. Fakta ini membuktikan bahwa Jepang menjadi lebih mematikan ketika mereka mengalami keterdesakan.
Pada akhir Juli 1945, pemerintah militer Jepang dengan tegas juga menolak permintaan menyerah yang diajukan negara AS dan sekutunya dalam Deklarasi Potsdam. Padahal dalam deklarasi tersebut, Nippon—sebutan lain Jepang—telah diancam secara terbuka bakal mengalami “kehancuran segera dan total” jika mereka menolak.
Deret Pengeboman
Keras kepala Nippon lantas disikapi dengan perintah Truman pada 25 Juli 1945 yang mengizinkan penjatuhan bom tambahan segera. Setelah amunisi disiapkan, ada dua macam bom atom yang akan dijatuhkan di atas bumi Negeri Matahari Terbit.
Pesawat B-29 AS Enola Gay pertama kali menjatuhkan bom atom yang dikenal dengan nama “Little Boy” di Kota Hiroshima. Berbahan uranium, bom atom ini menewaskan sekitar 70.000 hingga 135.000 orang di Hiroshima dan sekitarnya.
Meskipun telah meluluhlantakkan Hiroshima, serangan bom atom pertama ini gagal membuat Jepang untuk segera menyerah. Berselang tiga hari, pada 9 Agustus 1945 Mayor Charles Sweeney menerbangkan pembom B-29 lain, yaitu Bockscar dari Tinian.
Awalnya, Kota Kokura ditargetkan sebagai area yang akan dijatuhi bom.
Namun ketika hendak diterjunkan, awan tebal menyelimuti langit Kokura. Sweeney lantas mengalihkan tujuan ke target sekunder, yaitu Nagasaki. Di sinilah, bom yang dinamai “Fat Man” berbahan plutonium dijatuhkan pada 9 Agustus 78 tahun lalu, pukul 11.02 pagi waktu setempat. Di Nagasaki bom jatuh dari ketinggian 1.650 kaki atau 500 meter.
“Little Boy” dan “Fat Man” merupakan kode bom nuklir yang merepresentasikan sosok Perdana Menteri Inggris Winston Churchill. Dibandingkan di Hiroshima, bom atom Fat Man berdaya ledak lebih kuat. Dengan berat hampir 10.000 pound, Fat Man dibuat untuk menghasilkan ledakan sebesar 22 kiloton TNT atau 88 terajoules.
Akibatnya, sebagian besar Kota Nagasaki yang terletak di Pulau Kyusu rata dengan tanah. Pabrik Mitsubishi-Urakami yang membuat torpedo 91 untuk serangan Pearl Harbor pun hancur. Militer AS juga melaporkan muncul asap membumbung tinggi di Nagasaki dengan ketinggian mencapai 50 ribu kaki atau sekitar 15.240 meter. Sebanyak 60.000–80.000 orang tewas di Nagasaki, baik akibat paparan akut ledakan maupun efek samping radiasi jangka panjang.
Meski begitu, topografi Nagasaki yang berlembah sempit di antara gunung-gunung mengurangi efek buruk ledakannya. Dampak kehancuran yang ditimbulkan Fat Man di Nagasaki tidak sebesar Little Boy di Hiroshima.
Perbukitan Nagasaki, tata letak geografisnya, dan ledakan bom di kawasan industri membantu melindungi sebagian kota dari efek ledakan, panas, dan radiasi senjata. Area rusak parah akibat ledakan bom Fat Man seluas 2,6 mil persegi.
Sementara itu, banyak jalan dan jalur kereta api lolos dari kerusakan besar. Di beberapa kawasan listrik tetap menyala, sedangkan sekat bakar yang dibuat selama beberapa bulan terakhir membantu mencegah penyebaran api ke selatan.
Dampak Bom Kedua
Sesaat usai serangan di Nagasaki dengan bom jatuh kedua kali, Jepang mengumumkan kondisi negaranya mengalami “kerusakan parah”. Namun, Nippon tak bereaksi lebih, sekalipun desakan dari rakyatnya untuk menyerah terus disuarakan.
Amerika Serikat lalu melontarkan ancaman untuk kembali menyerang meski petisi untuk menyerah sudah diajukan ke pihak Kerajaan Jepang. Jutaan selebaran berisi ultimatum “Lagi dan Lagi” dari Sekutu ke Jepang pun mengemuka.
Kengototan Jepang mengendur juga pada waktunya. Lewat pengumuman Kaisar Hirohito dalam siaran radio pada 15 Agustus 1945 siang waktu Jepang, Jepang mengakui kekalahannya. Berita ini menyebar dengan cepat. Perayaan “Kemenangan di Jepang” (Hari V-J) disoraki di seluruh Amerika Serikat dan negara-negara Sekutu lainnya.
Kabar itu pun berdampak positif bagi Indonesia. Upaya golongan tua dan muda di Tanah Air dengan segera menemui kesepakatan untuk memproklamirkan kemerdekaan beberapa hari kemudian, tepatnya 17 Agustus 1945.
Adapun perjanjian penyerahan resmi Jepang ditandatangani pada 2 September 1945, di atas kapal perang AS Missouri yang berlabuh di Teluk Tokyo.
Dari kisah sejarah tersebut, kebayang nggak nih, Sob, segigih apa orang-orang Jepang itu?