Pengusaha industri logam dalam negeri sedang mengeluhkan kebijakan pemerintah Indonesia yang membuat lemah daya saing produk domestik. Keluhan para pelaku industri logam ini disampaikan oleh Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suprawoto.
Adapun kebijakan yang dinilai membuat daya saing logam domestik lemah dan memberatkan para pengusaha dalam negeri ialah kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen untuk produk setengah jadi nikel dan timah yaitu stainless steel (besi nirkarat) dan ingot (batang logam) yang dijual dalam negeri.
Dengan adanya kebijakan yang baru berlaku sejak 1 April 2022 lalu, barang yang dijual di dalam negeri lebih mahal karena ada PPN 11 persen. Sedangkan bila produk ekspor tidak dikenakan pajak.
“Memang ini sangat-sangat dikeluhkan industri dalam negeri yang mau memakai produk turunan dari nikel. Harus dipajaki 11 persen, sementara kalau ekspor malah tidak dikenakan pajak. Kan tidak adil ini. Daya saing barang dalam negeri jadi lebih mahal 11 persen,” ujar Sugeng dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (21/6/2023).
Komisi di DPR yang lingkup tugas di bidang Energi, Riset dan Teknologi, dan Lingkungan Hidup ini kemudian mendesak kepada pihak Kementerian Perindustrian khususnya di Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) dan Ditjen Ketahanan, Perwilayahan & Akses Industri Internasional (KPAII) melakukan beberapa upaya agar membuat industri pengolahan lanjutan bisa lebih kompetitif.
Beberapa diantaranya adalah peninjauan atas pengenaan PPN sebesar 11 persen pada produk pengolahan setengah jadi, melakukan industrialisasi di setiap kawasan industri, dengan menumbuhkan industri turunan produk nikel dan timah, perencanaan pengembangan kawasan industri terintegrasi hingga memastikan izin-izin kawasan industri bersih serta bebas sengketa lahan.
“Komisi VII juga meminta Kemenperin mengembangkan roadmap pengembangan kawasan industri strategis yang berbasis karakteristik unggulan lokal serta mengembangkan roadmap hilirisasi,” tambah Sugeng.
Lebih lanjut, Sugeng juga mengegaskan bahwa Komisi VII DPR akan mendorong pihak Kemenperin untuk memastikan pengelola kawasan industri tidak hanya memfasilitasi penyewa bermodal besar.
“Melainkan juga pada pelaku IKM dan UMKM dalam rangka mengembangkan industri turunan dan rantai pasok komoditas unggulan kawasan,” tandasnya.