Berawal dari pertemanan, Ria Sarwono dan Carline Darjanto kemudian memiliki ide bisnis yang ingin menjual produk baju berkualitas, nyaman dipakai, dan versatile untuk penggunanya. Dari konsep tersebut, tercetuslah Cotton Ink sekitar tahun 2008 yang menjual produk seputaran clothes, dress, pants, accecories, dan berbagai apparel perempuan.
Puncaknya, di tahun 2008 Brand Cotton Ink memproduksi kaos sablon dengan gambar Barack Obama, saat itu Obama sedang naik daun. Berawal dari kaos tersebut, Cotton Ink mulai menambah jumlah koleksi busana wanita dengan konsep ready to wear seperti legging, shawl, dan accesories. Salah satu produk yang ikonik adalah Tubular Shawl, koleksi shawl dengan bahan kaos tanpa jahitan ini kemudian dapat dikreasikan dengan bebas oleh pengguna.
Produknya yang inovatif, baik dari desain, material dan multifungsi membuat Cotton Ink memiliki perbedaan dari produk lainnya. Menurut Carline, pelanggan lebih menyukai desain baju yang simple dengan detail kainnya. Sejauh ini bahan yang digunakan oleh Cotton Ink adalah katun produksi dalam negeri, sedangkan aksesoris dan tas memakai kulit imitasi.
Untuk harganya, Cotton Ink berusaha mematok harga yang terjangkau agar semua pecinta fashion khususnya perempuan dari berbagai kalangan dan kelas dapat menikmati.
“Kami mematok harga sekitar 69 ribu shawl dan untuk clothes, dress, pants kisaran 100-400 ribu rupiah,” ujar Carline.
Dalam pemasaran produknya, Cotton Ink menggunakan sistem online dan offline. Untuk offline, Cotton Ink bekerja sama dengan The Goods Dept, Pacific Place, EST plus, Widely Project, Happy-go-lucky, ORE, Masquare Medan, dan On Market+ Go Surabaya. Di tahun 2016, Cotton Ink telah memiliki gerai di Kota Kasablanka, Plaza Senayan, dan Pondok Indah Mal.
Carline dan Ria juga melayani pembeli dari luar negeri seperti beberapa pelanggannya di Singapura, Malaysia, Australia dan Eropa. Secara online, pemasaran dilakukan melalui Facebook, Twitter, Instagram, Tumblr, Pinterest dan website www.cottonink.co.id
Bagi Carline, sebuah produk harus memiliki ciri khas untuk dijual karena untuk membedakan antara bisnis yang satu dengan bisnis yang lainnya. Inilah yang membuat konsumen tertarik untuk membeli. “Cotton Ink memiliki desain ciri khas kami sendiri. Kami selalu menunjukkan jati diri kami tanpa perlu melebih-lebihkan. Less is more,” jelas Carline.
Di tahun 2020, Cotton Ink telah melahirkan lini label terbaru mereka yakni Studio Asa yang menampilkan koleksi dengan kesan luxury dan The Life Of yang mengadopsi casual look collection.
Kini, dalam usianya yang masih muda, Cotton Ink sudah memperoleh berbagai pengakuan. Tahun 2010, mereka meraih Most Favorite Brand di Brightspot Market, The Most Innovative Brand dalam Cleo Fashion Award (Jakarta Fashion Week), Best Local Brand dari Free Magazine, terpilih sebagai merek lokal favorit In Style Magazine tahun 2012. Di tahun 2017, dengan membawa nama brand Cotton Ink, Carline meraih “30 Under 30 Asia” dari Forbes pada bidang retail & e-commerce untuk wilayah Asia.
“Industri fashion penuh tantangan. Kami harus bisa kreatif dalam segala hal, bukan hanya pada desain. Di sini kami belajar bahwa kami harus selalu fokus pada solusi masalah, bukan pada problemnya,” Carline menuturkan pengalamannya.