Kesadaran pelaku industri pertambangan untuk menjaga lingkungan kian baik, baik dalam skala internasional maupun nasional. Mengapa pada akhirnya pelaku industri tersebut berbondong-bondong untuk memberikan atensi kepada lingkungan, ya? Hal ini dikarenakan adanya ancaman perubahan iklim. Oleh sebab itu, tercetuslah konsep climate-smart mining.
Jadi, apa sebenarnya climate-smart mining alias CSM ini? Menurut buku Good Mining Practice di Indonesia karya Prof. Dr. Ir. Irwandy Arif, climate-smart mining adalah praktik yang mendukung ekstraksi pengolahan mineral dan logam yang berkelanjutan untuk menjamin pasokan teknologi energi bersih.
Di dalam buku tersebut dijelaskan, praktik ini meminimalkan jejak iklim dan material di sepanjang rantai nilai penggunaan teknologi yang meningkatkan bantuan teknis dan investasi pada negara berkembang (Hund, La Porta, Fabregas, Laing, & Drexhage, 2020).
Sebab, penggunaan teknologi ramah lingkungan rupanya memerlukan mineral yang tidak sedikit sebagai bahan baku. Oleh karenanya, diperlukan penambangan dan daur ulanG mineral yang lebih intensif.
Konsep CSM juga diklaim dapat berkontribusi pada pelaksanaan tujuan berkelanjutan yang merupakan dasar dari good mining practice (GMP).
Dalam penerapannya, CSM harus dilakukan melalui kerja sama pemerintah, mitra pengembangan, industri tambang, dan komunitas masyarakat. Khususnya untuk industri pertambangan yang memiliki tanggung jawab lebih karena ‘mereka’ adalah pihak yang mengolah dan memproduksi. Oleh sebab itu, kesuksesan CSM guna kepentingan pengelolaan lingkungan dan pertambangan yang berkelanjutan bergantung banget, Sob, dengan kebijakan dari industri tambang. Hematnya, sih, harus saling mendukung antar keduanya.
Dalam hal ini, peran industri bisa mendukung melalui meminimalkan emisi jejak karbon dan material yang berasosiasi dengan mineral yang dihasilkan. Perusahaan harus melakukan inovasi untuk mengurangi penggunaan energi, air, dan lahan dalam melakukan ekstraksi material, serta mengurangi emisi karbon dan kerusakan lingkungan.
Penarapan konsep CSM ini nggak bakalan bisa terwujud kalau kerja sama multipihak dan multibidang tidak terjalin. Dibutuhkan tata kelola yang baik serta regulasi sesuai antara bidang iklim, energi, dan pertambangan. Selain itu, mitigasi risiko yang dapat terjadi dalam memasok suplai mineral dengan stabil dan membatasi kerusakan lingkungan perlu pula dirumuskan.
FYI, selain konsep CSM, beberapa negara juga menerapkan strategi dalam rangka mengatasi perubahan iklim yang terjadi saat ini. Menurut hasil diskusi acara Leaders Summit on Climate 2021 yang diselenggarakan virtual oleh Amerika Serikat pada 22-23 April 2021, deretan inovasi ini akan dilakukan oleh negara-negara besar untuk mencapai target Paris Agreement.
Contohnya, Amerika Serikat yang diwakilkan oleh Joe Biden akan melakukan pembangunan transmisi untuk Energi Baru Terbarukan (EBT), Carbon Capture Storage (CCS), hidrogen dan menghentikan emisi metana dengan target Net Zero Emission (NZE) pada 2050.
Lalu Xi Jinping sebagai perwakilan Republik Rakyat Tiongkok akan berupaya melalui pelaksanaan green development, menjaga ekosistem, dan kerja sama multilateral, serta memberi perhatian penuh pada kontribusi negara berkembang.
Negara Eropa seperti Jerman yang diwakilkan oleh Angela Markel akan melakukan phase out PLTU pada 2038 dan sumber listrik berasal dari EBT sebesar 46% pada 2020.
Melalui Presiden Jokowi, Indonesia akan melakukan rehabilitasi 620.000 Ha hutan bakau hingga 2024, serta update NDC untuk meningkatkan kapasitas adaptasi dan ketahanan iklim.
Konsep climate-smart mining barangkali bisa menjadi solusi bagi beberapa industri tambang berkelanjutan. Bagi kamu yang sedang mengembangkan industri pertambangan, sudah siap beralih untuk lebih ramah lingkungan, belum?