Klub peraih juara Liga Champions Eropa musim 2020/2021, Chelsea, mengawali Liga Utama Inggris dengan kelesuan. Setelah pada pertandingan pembuka 20 Agustus lalu kalah 1–3 dari West Ham United, pasukan Mauricio Pochettino berturut gagal menyarangkan gol satu pun pada tiga pertandingan termutakhir. Alhasil, Chelsea terseok dan baru menduduki posisi ke-14 klasemen.
Dibandingkan klub veteran lain yang rutin menduduki lima besar klasemen, Chelsea seperti harus rela terpinggirkan. Pada pertandingan Minggu (24/9) lalu, lini serang Chelsea juga mandul tak seperti musim-musim sebelumnya. Di hadapan penggemar berat dan kandang sendiri, mereka dipermalukan oleh Aston Villa dengan skor 0–1.
Meskipun menghasilkan sejumlah peluang emas, laju serangan Chelsea telalu mudah untuk diblok oleh barisan pertahanan Aston Villa. Pilihan strategi dan pemain yang diturunkan Pochettino dituding sebagai penyebab kekalahan Chelsea.
Menghadapi skuad tahan banting tim musuh, lini depan Chelsea tidak berhasil menembus pertahanan Aston Villa yang menerapkan blok rendah. Pertandingan tersebut memang berjalan sengit. Sejumlah pemain “The Blues”—julukan Chelsea—berulang kali membangun gebrakan.
Selain Nicolas Jackson dan Mykhailo Mudryk, Raheem Sterling juga cukup aktif mengobrak-abrik satu demi satu blok pertahanan asuhan Unai Emery. Sayangnya, Chelsea malah menuai rasa frustrasi saat dipaksa menerima sajian pertahanan alot dan disiplin Aston Villa.
Pilihan Keliru Pochettino
Hadir mengisi kursi pelatih The Blues pada Mei lalu, Pochettino digadang-gadang mampu memperbaiki nasib dan rekor Chelsea di kancah domestik. Namun, dari empat pertandingan di level liga dan satu duel Piala Liga, tim racikannya hanya sesekali menyodorkan serangan. Namun tidak berbuah maksimal atau gol.
Sejumlah pemain pilihan Pochettino tampak menampilkan permainan yang bukan di posisi terbaik mereka. Colwill yang terbiasa bermain untuk spesialisasi bek tengah, pada pertandingan lalu ditempatkan sebagai bek kiri.
Sementara Enzo tampak terlalu ke depan. Berkebalikan dengan itu, muncul pula ketimpangan formasi dan posisi lantara Gallagher justru terlalu mendominasi lini belakang pertahanan, alih-alih lini tengah. Adapun bek veteran Thiago Silva yang dinilai mulai menurun performanya malah diturunkan untuk menghambat laju serangan Aston Villa.
Aston Villa makin menanggung keberuntungan setelah mampu memanfaatkan keunggulan jumlah pemain akibat Malo Gusto dikartumerah wasit. Pada babak kedua, Thiago Silva melakukan blunder konyol saat kehilangan bola di tengah lapangan. Wajar tim tamu bergerak cepat melakukan serangan balik. Ollie Watkins pun sukses mencetak gol pertamanya musim ini ke gawang Chelsea.
Kekalahan tipis cukup membuat Chelsea mulai tersuruk di peringkat bawah klasemen. Bagi tim sekelas Chelsea yang memiliki basis penggemar berjumlah besar, hasil ini amat mengecewakan. Bahkan penampilan tim asuhan Pochettino tampak makin menjauh dari persaingan juara dan perebutan tiket Liga Champions.
Selain mengejutkan bagi penggemar Chelsea, tren buruk ini disoroti sebagai biang kerok keputusan manajerial yang buruk. Banyak pihak mengkritik strategi permainan tim setelah pembelian pemain secara “jor-joran”.
Begitu juga pemilihan Pochettino sebagai pelatih anyar diharapkan bisa menyumbang perubahan besar di tubuh Chelsea. Bukan tanpa alasan, mengingat rekam jejaknya cukup sukses kala menangani Espanyol, Southampton, Tottenham Hotspur, hingga PSG. Namun lebih mengherankan, pemilik Chelsea, Todd Boehly sampai rela menggaji Pochettino sebesar 200.000 pound per minggu.
Jika mendatangkan pelatih dan pemain-pemain baru belum memberi dampak positif, apa lagi yang perlu dilakukan oleh Chelsea? Kira-kira siapa yang bisa memperbaiki kondisi Chelsea yang terseok ini, Sob?