Pernah mendengar istilah toxic positivity? Jika belum, toxic positivity adalah positivity (kepositifan) yang dilakukan secara paksa. Mudahnya, seseorang percaya secara berlebihan pada pemikiran positif sampai akhirnya menjadi menolak pada perasaan yang sedang kamu rasakan. Contohnya adalah, ketika kamu mengatakan bahwa “Masih beruntung kamu begini, dibandingkan mereka yang nasibnya lebih buruk.”
Nah, kalau sudah seperti itu secara terus menerus, bisa jadi kamu masuk dalam toxic positivity. Kamu perlu lebih berhati-hati dalam memberikan semangat untuk diri sendiri atau orang lain, karena tidak menutup kemungkinan dukungan tersebut dampaknya dapat memengaruhi psikis. Bukannya malah semangat dan terhibur, malah timbul stres.
Jika sudah menyadari kamu sedang dalam posisi ini, jangan khawatir. Masih ada cara untuk menjauhi toxic positivity, lho.
Menerima keadaan bahwa sedang tidak baik-baik saja
Cara pertama untuk menjauhi toxic positivity adalah jangan terus memaksa bahwa keadaanmu seolah terlihat baik-baik saja. Dalam pekerjaan, memang perlu bersifat profesional, namun jangan sampai kamu menolak untuk menjadi sedih. Jika sedang tidak baik-baik, maka tidak ada salahnya menerima keadaan tersebut.
Mencoba memahami perasaan orang lain
Ingin bisa memahami perasaan orang lain? Mulailah dari menjadi pendengar yang baik terlebih dahulu. Ketika kamu mendengarkan keluh kesah seseorang, jangan coba untuk menghakiminya. Meskipun kamu belum pernah merasakan menjadi dirinya, berilah kata-kata penenang.
Menjadi pendengar yang baik akan membawamu menjadi sosok yang mudah memahami perasaan orang lain dan bahkan menjadi proses pendewasaan karena kamu berhasil merasakan kesedihan, amarah, dan perasaan lainnya.
Tidak ada salahnya untuk meluapkan emosi
Apakah kamu tipe yang memilih untuk memendam atau meluapkan emosi? Terlalu lama memendam emosi, tidak menutup kemungkinan menimbulkan rasa stres. Tidak ada salahnya kamu mencoba untuk meluapkan emosimu, misalnya dengan bercerita ke kerabat atau keluarga, menangis, merenung, atau melakukan kegiatan lainnya selama kegiatan tersebut tidak menyakiti dirimu, ya.
Saatnya berhenti membandingkan
Berhati-hatilah, membandingkan masalahmu dengan orang lain bisa termasuk toxic positivity lho. “Toh, masalah dia lebih besar dari aku,” atau “Ya ampun, aku masih beruntung ya dibandingkan dia”. Dengan kamu membanding-bandingkan masalah, tidak akan menyelesaikan masalah, justru perasaanmu bisa semakin memburuk.
Menulis perasaan dapat membuat hati lega
Menulis perasaan seperti layaknya kamu menulis di buku harian. Dalam buku Writing for Emotional Balance: A Guided Journal to Help You Manage Overwhelming Emotions dikatakan bahwa jurnal itu seperti sebuah checkpoint antara perasaanmu dengan dunia. Perempuan atau laki-laki, semuanya dapat menuliskan perasaannya agar dapat membuat hati menjadi lebih lega.
Itulah lima cara agar kamu bisa menjauhi toxic positivity. Selamat mencoba!