Meski menjadi salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia, ternyata cadangan nikel di Indonesia diperhitungkan hanya tersisa 15 tahun lamanya. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif.
Cadangan nikel di Indonesia sendiri saat ini tercatat mencapai 5,3 miliar ton, dengan potensi yang terhitung hingga 17 miliar ton.
“Jadi kalau pemakaian produksi setahun, kan dibagi dua satu limonit satu saprolite. Rata-rata saja. Jadi kalau 5 miliar ton ini kalau dengan kapasitas yang sama 15 tahun, tapi bisa kembangkan potensi ini bisa panjang,” ujar Arifin Tasrif seperti dikutip CNBC, pada Rabu (20/9/2023).
Melihat hal tersebut, diharapkan Indonesia tidak boros dalam pemanfaatan nikel. Meskipun pemerintah saat ini mendorong dilakukannya eksplorasi nikel. Pemerintah juga perlu mewaspadai ketersediaan bijih nikel dalam negeri. Bukan tanpa alasan, karena sejauh ini jumlah fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel sudah semakin banyak.
“Nah, ke depan kan industri baja ini bisa ada industri recycle, bisa top up jadi makin panjang lah. Cuma kita jangan boros,” tambahnya.
Di sisi lain Arif S. Tiammar selaku Dewan Penasehat Asosiasi Profesi Metalurgi Indonesia (Prometindo) menilai saat ini kapasitas Nickel Pig Iron dan feronikel sudah cukup maksimal. Usulan moratorium smelter nikel yang menghasilkan dua produk yakni NPI dan feronikel pun perlu dipertimbangkan lagi.
Catatan pada 2022, sudah terdapat 135 line smelter NPI dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace dari 65 perusahaan di Indonesia.
“Logam nikel yang dihasilkan 2022 itu 9 juta metric ton dengan kandungan nikel itu betul-betul luar biasa besarnya dibandingkan dengan beberapa tahun terakhir dan ini memerlukan 120 juta wet metric ton (wmt) bijih nikel,” jelas Arif S. Tiammar saat hadir di program salah satu media di Indonesia, pada Rabu (23/8/2023) lalu.
Sekedar informasi saja, pada 2023 tercatat sudah ada 179 line dengan tambahan tiga perusahaan yang mampu menghasilkan NPI dan feronikel.