Budi Laksono adalah seorang yang membuat kafe jamban dengan menyajikan makanan di atas wadah jamban. Namun, kafe jambannya itu telah tutup. Sebenarnya ia adalah seorang dokter dari Semarang dan merupakan pendiri Yayasan Wahana Bakti Sejahtera yang memiliki program 1.500 hingga 1 juta jamban.
Sebagai seorang dokter dan penggagas jambanisasi, Budi Laksono berupaya untuk memutus mata rantai penyakit melalui program jambanisasi tersebut. Selain dikenal di kalangan akademisi dan pemerintah, ia juga dikenal masyarakat di dusun-dusun Kota Semarang dan sekitarnya.
Gagasannya itu muncul saat ia mengetahui masyarakat yang mengalami gangguan saluran pencernaan, seperti diare, desentri, tifus, gangguan saluran usus, dan hepatitis A saat bertugas di Puskesmas Kedungwuni 2, Kabupaten Pekalongan. Penyakit-penyakit tersebut merupakan salah satu penyebab kematian.
Menurut penelusurannya, ternyata hanya 9,1 persen keluarga yang memiliki jamban. Mereka beralasan faktor ekonomi, tidak memiliki lahan, dan biaya yang mahal.
Budi bukanlah sekadar dokter yang hanya mengobati pasien, melainkan juga menanamkan pentingnya kesehatan pada masyarakat. Penyakit saluran pencernaan yang menjangkit 100 ribu jiwa per tahun menjadi fokus dirinya sejak 1996. Akibat banyakanya kematian akibat penyakit saluran pencernaan, Budi tegerak untuk menekan angka kematian tersebut dengan mengampanyekan program jamban imunisasi keluarga di Jawa Tengah.
Selain itu, Budi juga memperkenalkan berbagai macam teknologi jamban yang bisa diaplikasikan di berbagai medan. Kedatangan Budi salah satunya ke daerah Bendosari, Semarang, untuk mengampanyekan penggunaan jamban diterima dengan baik oleh masyarakat.
Budi juga memberikan perhatian khusus untuk bencana alam sebagai pengajar disaster management Universitas Diponegoro (Undip). Pasca tsunami Aceh 2004, dirinya membuat kapsul tsunami yang terinspirasi dari kapsul tsunami buatan Jepang.
Kelebihan dari kapsul tsunami buatannya ini dibuat dengan biaya terjangkau. Ia juga aktif mendatangi lokasi-lokasi bencana untuk melihat dampak bencana dan sanitasi air yang sering kali terlupakan.
Berdasarkan hal tersebut, dirinya membantu pembuatan jamban dan saluran sanitasi yang bisa diaplikasikan di lokasi bencana. Baginya, bencana bukan hanya soal gempa bumi atau tsunami, melainkan juga penyakit yang mewabah dikatakan bencana. Ini yang membuatnya konsisten menyosialisasikan pentingnya memiliki jamban sehat.