Vaksin Covid-19 buatan Indonesia bernama Vaksin Nusantara masih belum mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, karena belum sesuai dengan standar tahapan pengembangan obat dan vaksin.
Ditambah lagi, Vaksin Nusantara yang pernah diajukan uji klinis fase satu-nya, ditolak BPOM karena tidak menyertai data pengujian praklinis pada (30/11/2020) lalu.
“Untuk itu, uji klinis vaksin dendritic harus dilaksanakan mulai fase satu terlebih dahulu sebelum fase dua dan tiga,” ujar Penny K Lukito seperti dikutip salah satu media di Indonesia.
Atas dasar itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan meminta tim Vaksin Nusantara untuk menyerahkan laporan studi toksisitas, imunogenisitas, penggunaan adjuvant, dan studi lain yang mendukung pemilihan dosis dan rute pemberian. Sebab kata Penny, produk jadi mengandung Spike SARS-CoV-2 yang diperoleh terpisah dari sel dendritik.
Namun, permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh tim Vaksin Nusantara dan sponsornya dengan alasan penggunaan sel dendritik sudah lama digunakan dan aman pada manusia, bersifat autologous dan tidak menggunakan zat tambahan lain.
Atas alasan yang disampaikan tersebut, maka Penny berpendapat hal tersebut tidak sesuai karena sel dendritik yang selama ini digunakan adalah untuk terapi kanker, bukan buat vaksin atau pencegahan penyakit.
“Selain itu penggunaan sel dendritik pada vaksin ditambahkan antigen virus (bagian dari virus SARS CoV-2) dan zat tambahan lainnya untuk menjadikan sel dendritik tersebut menjadi vaksin,” tambahnya.
Meski sempat ditolak, Vaksin Nusantara terus melakukan perbaikan. Lagi-lagi dalam temuan terbaru tepatnya pada 14-15 Desember 2020 di RSUP dr. Kariadi, Jawa Tengah Badan POM mendapatkan temuan bersifat kritis dan mayor yang harus diperbaiki.
Seminggu kemudian, tepatnya pada 22 Desember 2020 Vaksin Nusantara melakukan uji klinis fase satu dengan jumlah sebanyak 28 orang. Sayangnya, dalam pemberian data yang dilakukan tim Vaksin Nusantara berubah-ubah sehingga Badan Pengawas Obat dan Makanan harus mengevaluasi bersama tim KOMNAS Penilai Obat dan juga para ahli ad-hoc di bidang vaksin.
Sidak yang dilakuan oleh Badan POM dilakukan untuk memastikan seluruh aspek Good Laboratory Practice (GLP), Good Manufacturing Practice (GMP), dan GCP termasuk yang digunakan dalam penelitian.
“Untuk memastikan pelaksanaan seluruh aspek Good Laboratory Practice (GLP), Good Manufacturing Practice (GMP), dan GCP termasuk fasilitas yang digunakan dalam penelitian dan validitas data keamanan dan imunogenisitas yang diserahkan melalui verifikasi langsung ke dokumen sumber,” jelas Penny.