Kondisi pencemaran udara di kota besar, khususnya Jakarta dan sekitarnya, telah begitu mengkhawatirkan banyak pihak. Penyebab utama polusi udara disinyalir berasal dari emisi kendaraan bermotor. Lalu, bisakah kendaraan listrik jadi solusi yang efektif?
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sigit Reliantoro, mengatakan, terdapat sejumlah sektor yang menyumbang tingkat polusi udara.
Dengan memperhatikan peluang pencemarannya, sektor transportasi menempati posisi pertama, yaitu menyebabkan 44 persen polusi, lalu sektor industri (31%), industri energi manufaktur (10%), perumahan (14%), dan komersial (1%).
“Jadi kalau dari segi bahan bakar yang digunakan di DKI Jakarta itu bahan bakar itu adalah sumber emisi, itu adalah dari gas itu 51 persen, dari minyak itu 49 persen, dan dari batu bara 0,42 persen,” tutur Sigit.
Adapun data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menunjukkan, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berhasil menurunkan emisi partikulat (PM10) pada tahun 2020 hingga di angka 29,41 mg/Nm3. Namun, terjadi peningkatan signifikan sebesar 155 persen mencapai angka 75 mg/Nm3 pada 2022 seturut pelonggaran PPKM.
Karena itu, Sigit menambahkan, peluang terbesar untuk memperbaiki kualitas (udara) adalah dengan memperbaiki sektor transportasi. Setelah itu, disusul dengan kontrol terhadap alat pengendali pencemaran dari industri.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, turut berpandangan senada. Dia mengatakan, PLN mendukung upaya pemerintah mengurangi emisi melalui penggunaan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dengan membangun infrastruktur yang memadai di seluruh daerah.
“Sejalan dengan dengan pemberian insentif motor listrik dari pemerintah untuk pembelian motor baru dan konversi motor konvensional berbahan bakar minyak menjadi listrik, PLN siap mendukung penuh dengan menyediakan infrastruktur yang memadai. Harapannya masyarakat tidak ragu untuk beralih ke kendaraan listrik,” kata Darmawan, dilansir Kontan.
Pengisian Daya Listrik
Darmawan mengimbau agar masyarakat tidak perlu risau untuk beralih ke kendaraan listrik atau electronic vehicle (EV). Dia merincikan capaian pengurangan emisi karbon sekitar 50 persen dari penggunaan kendaraan listrik.
“Jika kita membandingkan emisi yang dihasilkan antara EV dan kendaraan berbahan bakar minyak, berarti 1 liter BBM sama dengan 1,2 kWh listrik. Maka emisi karbon 1 liter BBM adalah 2,4 kg CO2e, sedangkan emisi karbon 1,2 kWh listrik adalah 1,3 kg CO2e,” ujar Darmawan.
CO2e atau “setara karbon dioksida” merupakan ukuran industri yang digunakan untuk menggambarkan berbagai gas rumah kaca berdasarkan potensi pemanasan globalnya. Darmawan menekankan, beralih ke kendaraan listrik menjadi pilihan strategis dan efektif untuk menekan polusi udara.
Di samping itu, infrastruktur pengisian daya umum EV juga telah tersedia. Adapun sebab setiap pembelian kendaraan listrik khususnya roda empat, konsumen akan mendapatkan layanan pemasangan home charging gratis dan diskon tarif listrik untuk pengisian daya pada pukul 22.00–05.00. Hal ini sejalan dengan program insentif pembelian motor listrik dari pemerintah.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, besaran subsidi yang akan digelontorkan pada 2023 sebesar Rp 1,4 triliun untuk sekitar 250.000 motor listrik. Angka ini dipastikan naik pada tahun depan dengan nilai Rp 4,2 triliun untuk 600.000 unit motor listrik.
Selanjutnya, besaran subsidi mobil listrik pada 2023 sebesar Rp1,6 triliun, dan akan meningkat menjadi Rp4,9 triliun pada 2024. Sementara itu, bus listrik turut disubsidi dengan anggaran Rp48 miliar pada 2023 dan Rp144 miliar pada tahun depan.
Saat ini PLN juga sudah mengoperasikan lebih dari 600 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan lebih dari 1.400 Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU). Terdapat pula sekitar 9.000 Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) yang tersebar di kota-kota di Indonesia. Darmawan menambahkan, jumlah stasiun catu daya akan terus bertambah seiring pertumbuhan EV di Tanah Air.
Menurut Sobat, tepatkah mengandalkan kendaraan listrik jadi solusi atau jalan keluar mengatasi polusi udara?