Hilirisasi industri sebagai upaya pemberian nilai tambang pada produk olahan tambang hingga dapat memiliki harga berdaya saing tinggi di pasar global, sedang digencarkan besar-besaran di Indonesia. Berbagai fasilitas smelter atau pemurnian mineral tambang untuk mendukung program hilirisasi dibangun di kawasan industri Indonesia dan tentunya mengeluarkan biaya. Ditambah, tahun ini Kementerian ESDM menargetkan 7 pabrik smelter baru bisa segera beroperasi.
Pembangunan 7 smelter atau tempat pemurnian dan pengolahan mineral logam ini nantinya akan melengkapi 21 smelter yang sudah beroperasi di Tanah Air. Kementerian ESDM mencatat pembangunan 7 smelter sebagai bagian dari program hilirisasi tambang ini ternyata membutuhkan biaya atau investasi sekitar US$30 miliar, setara dengan Rp435 triliun (kurs Rp14.500/US$).
Angka kebutuhan ini diketahui naik 36,3 persen dari posisi awal yang dipatok sebesar US$22 miliar atau setara dengan Rp319 triliun pada 2021 lalu.
“Sampai 2023 itu dibutuhkan biaya pada perhitungan tahun lalu sekitar US$22 miliar, katakanlah ada inflasi kenaikan harga maksimum bisa US$30 miliar supaya rencana pendirian smelter itu sampai 2023 bisa terpenuhi,” kata Staf Khusus Menteri ESDM, Irwandy Arif.
Indonesia memang sedang menjajaki peluang di tengah meningkatnya permintaan mineral oleh pasar dunia. BUMN Holding Industri Pertambangan, Mining Industry Indonesia atau MIND ID tengah mendorong hasil tambang mineral seperti bauksit, timah dan nikel untuk menjadi komoditas nasional.
Tak hanya itu, MIND ID juga berencana akan menetapkan indeks harga sendiri untuk tiga mineral (bauksit, timah dan nikel) yang tidak terkait dengan harga di bursa berjangka dunia seperti London Metal Exchange (LME). Indonesia berharap bisa menjadi penentu harga di pasar dunia dengan kekayaan mineral yang melimpah.
Maka dari itu, di sinilah hilirisasi industri berperan penting dan harus disegerakan terbangun. Indonesia tidak lagi melakukan ekspor mineral mentah yang dihargai lebih rendah.
Dengan fasilitas smelter yang senyatanya bisa memberikan nilai tambah bagi mineral logam hingga kebijakan larang ekspor mentah, maka bukan tidak mungkin bagi Indonesia untuk mewujudkna mimpi jadi pemain besar sektor mineral di pasar global.