Pernah mendengar tentang Burung Maleo? Binatang yang satu ini merupakan hewan endemik yang hanya hidup di wilayah Sulawesi. Burung endemik ini hidup di hutan tropis dataran rendah Pulau Sulawesi seperti Gorontalo dan Sulawesi Tengah. Tak hanya itu, burung ini juga dapat ditemui di daerah Maluku.
Akan tetapi populasi Maleo semakin mengalami 90 persen sejak tahun 1950-an. Berdasarkan data di tahun 2020 kini satwa endemik ini sudah terancam punah. Spesies burung yang hanya ditemui di wilayah Sulawesi saat ini populasinya sekitar 8.000 sampai 14.000 ekor. Hal ini juga diperkuat dengan bukti dari daftar merah dan konverensi dunia (IUCN) yang mengatakan status konservasi Maleo adalah terancam.
Hal yang membuat burung ini terancam adalah tingginya perburuan liar terhadap burung Maleo dan telurnya, dan maraknya pembukaan lahan di habitat burung tersebut seperti di kawasan pantai berpasir panas, pegunungan dekat sumber air panas atau tempat-tempat hangat lainnya.
Nama latin Burung Maleo adalah Macrocephalon Maleo. Masyarakat sekitar menyebut Burung Maleo dengan sebutan Maleo Senkawor. Jika dilihat sekilas burung ini sangat menyerupai ayam. Dikatakan demikian karena unggas yang satu ini lebih menyukai memakai kakinya untuk berjalan dibandingkan terbang menggunakan sayap.
Burung Maleo memiliki panjang sekitar 55 cm. Burung ini memiliki semacam jambul berbentuk bulat berwarna hitam di atas kepala yang disebut sebagai pelindung kepala. Lalu, burung tersebut memiliki paruh yang berwarna jingga. Warna bulu di tubuh burung tersebut ada dua macam, yakni hitam pekat yang terletak di bagian atas dan warna merah muda yang berada di bagian bawah tubuhnya.
Satwa yang satu ini memakan makanan seperti aneka biji-bijian, buah, semut, kumbang, dan berbagai jenis hewan kecil lainnya. Yang menariknya ketika bertelur, Maleo tidak suka menggerami telurnya. Burung tersebut lebih memilih telurnya diperam di bawah sinar matahari hingga anak burung menetas sendiri dibanding harus mengeraminya.
Agar telur tersebut bisa bertahan lama dan menetas, telur tersebut harus dikubur di tempat yang bersuhu 32-25 derajat celcius seoerti di daerah pantai atau kawasan yang berdekatan dengan sumber air panas.
Tak hanya itu, satwa endemik yang satu ini juga memiliki hari perayaan khusus, yaitu hari Maleo yang ditetapkan setiap tanggal 21 November.
Selain itu, masyarakat di daerah Sulawesi, tepatnya di Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai Sulawesi terdapat tradisi Telur Maleo yang bernama Molabot Tumpe. Di mana di dalam tradisi tersebut telur Maleo di bawa ke muara sungai dengan cara diarak sambil membacakan doa-doa yang dipanjatkan oleh ketua suku.