Sobat, siapa dari kalian yang suka banget sama vanila? Nah, ada kabar kurang menyenangkan nih buat kalian yang menyukai vanila. Pasalnya, diketahui tanaman satu ini diperkirakan terancam punah, sehingga kamu harus bersiap mengatakan “goodbye”.
Meskipun beberapa negara tercatat sebagai penghasil vanila terbesar di dunia. Seperti misalkan Tiongkok, Papua Nugini, Meksiko, Madagaskar, sampai-sampai Indonesia. Karena banyak negara yang dinilai sebagai penghasil tanaman vanila, akibatnya jika tanaman ini tidak dibudidayakan makan akan terancam punah.
Salah satu buktinya yaitu negara Madagaskar. Ya, negara satu ini menempati posisi pertama sebagai negara penghasil vanila terbesar di dunia. Dikutip Bobo.grid.id, negara berjuluk ‘fosil makhluk hidup’ ini mampu menghasilkan kurang lebih 2,5 ribu hingga 3 ribu ton vanila dalam setahun. Pada 2019, negara ini mampu menghasilkan 3.220 ton vanila.
Dari keseluruhan negara yang terletak di Benua Afrika, hanya Madagaskar yang mampu menghasilkan vanila paling banyak di dunia. Saking banyaknya negara berpenduduk 27 jiwa ini memiliki pasokan sekitar 56,7 persen untuk kebutuhan vanila terbesar di dunia.
Adapun pada urutan nomor dua sebagai negara penghasil vanila adalah Indonesia. Sekitar 6,7 persen vanila yang berasal dari Indonesia, menjadi kebutuhan global. Bahkan di tahun 2019 produksi vanila di Indonesia mencapai 2.330 ton melebihi penghasilan dari Madagaskar.
Karena banyak dibutuhkan oleh beberapa negara di dunia, Indonesia sendiri telah membudidayakan tanaman vanila di 25 provinsi. Adapun daerah yang menjadi penghasil vanila terbesar di Indonesia terletak di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sumatra Utara.
Lantas, meskipun saat ini banyak negara yang memproduksi vanila, mengapa harga vanila melambung tinggi mencapai $500 hingga $600 atau setara dengan Rp8 juta rupiah per kg? Bahkan vanila dikatakan semakin langka dan bisa terancam punah?
Ternyata sebagai faktor utamanya hal ini bermula di tahun ‘80-an silam. Kala permintaan vanila terhadap pasar sangat membludak. Harga vanila mahal pada saat itu justru disikapi dengan pengembangan tanaman vanila sintesis yang ujung-ujungnya merebak.
Karena peristiwa tersebut membuat harga vanila asli merosot jatuh dan menyebabkan banyak petani yang tak mau menanam kembali tanaman tersebut. Anehnya, saat ini banyak konsumen yang ingin kembali mencari vanila berbasis alami, bukan vanila sintesis lagi.
Tentu saja kejadian tersebut (tidak menanam vanila secara alami) sangat disayangkan. Pasalnya, tanaman vanila alami sudah mulai jarang ditemukan. Ditambah lagi, perubahan iklim menjadi kendala untuk menghidupkan tanaman vanila alami tersebut.
Dilansir The Guardian pada 2019 lalu, sebuah penelitian menyebutkan bahwa tanaman vanila, dan delapan spesies liar yang berada di kawasan Amerika Selatan dan Tengah berpotensi di tingkat kepunahan tinggi, serta masuk dalam daftar terancam punah oleh International Union for the Conservation of Nature’s (IUCN). Salah satunya diakibatkan oleh penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae.
Namun, melihat pentingnya tanaman vanila alami, pemerintah bersama para petani mulai membudidayakan tanaman ini demi melestarikan rasa aslinya. Meskipun, dalam membudidayakan tanaman ini banyak kendala yang harus dilewati.