Baru-baru ini, beredar sebuah posting-an melalui aplikasi X (Twitter) bernama akun Daily Loud, tentang bunga-bunga yang tumbuh di Antartika. Banyak yang menganggap bahwa hal tersebut dikaitkan dengan mulai buruknya keadaan Bumi. Apakah benar?
Merespon hal tersebut, salah satu media online luar negeri Sports Keeda pada Sabtu (23/9/2023) menjelaskan, bahwa foto dalam unggahan akun X bernama Daily Loud, merupakan bunga-bunga yang tumbuh di Greenland, Amerika Utara, bukan di Antartika.
Namun, meskipun demikian para ahli yang meneliti keadaan Bumi menginformasikan bahwa jika telah ada bunga-bunga yang bermekaran di Antartika menunjukkan bahwa kondisi lingkungan memang sangat buruk, akibat pemanasan global.
Para peneliti pun menjelaskan, tumbuhan yang biasa tumbuh di wilayah yang penuh es hanya bisa dihidupi oleh dua jenis tanaman yakni Deschampsia Antarctica atau rumput rambut antartika, dan Colobanthus quitensis atau lumut mutiara antartika.
Kedua tumbuhan tersebut pun biasa tumbuh di Kepulauan Orkney Selatan, Kepulauan Shetland Selatan dan sepanjang Semenanjung Antartika Barat.
Pada 2017 pun, kelompok ilmuwan dari Central University of Punjab, India telah menemukan spesies atau tumbuhan baru di wilayah tersebut yang diberi nama Bryum bharatiensis (sejenis lumut).
Lalu kenapa tanaman tersebut bisa hidup di suhu yang dingin?
Tumbuhan atau lumut tersebut dapat berkembang biak dan bertahan hidup di kawasan bersuhu dingin ekstrem, karena mampu memanfaatkan kotoran penguin yang kaya akan nitrogen serta nutrisi untuk tumbuh.
Tanaman tersebut akan tumbuh dengan baik berkat sinar Matahari. Karena itu, tanaman akan tumbuh di musim panas saat suhu di wilayah Antartika menjadi hangat.
Di sisi lain, New Scientist pada Februari 2022 lalu menjelaskan bahwa tidak hanya lumut saja yang dapat hidup di cuaca dingin yang ekstrim. Namun, bunga pun dapat tumbuh lebih cepat di Antartika, jika keadaan Bumi terasa lebih panas.
Hal ini dibuktikan para peneliti dari Universitas Insubria, Italia yang mencatat tanaman Deschampsia Antarctica dan Colobanthus quitis di Pulau Signy, Antartika tumbuh makin banyak dalam periode 2009 hingga 2019.
Kedua tanaman tersebut tumbuh lebih cepat dan lebih banyak setiap tahunnya seiring dengan pemanasan iklim. Dengan begitu bisa disimpulkan jika dengan mulainya kondisi Bumi yang makin panas, dapat mengakibatkan kondisi es abadi di wilayah utara Bumi mencair dan menyebabkan pertumbuhan tanaman lebih cepat.
“Jika kami menerapkan apa yang kami amati di Pulau Signy ke tempat lain di Antartika, proses serupa juga bisa terjadi. Ini berarti lanskap dan keanekaragaman hayati Antartika dapat berubah dengan cepat,” jelas Nicoletta Cannone dari Universitas Insubria.
Hasil penelitian para ilmuwan dari Italia dan India pun sama dengan temuan yang ditemukan oleh Matthew Davey dari Asosiasi Ilmu Kelautan Skotlandia di Oban, Inggris.
Ia mengungkapkan jika tanaman yang tumbuh lebih cepat di Antartika diakibatkan oleh pemanasan iklim. Kondisi yang buruk tersebut pun dapat mengakibatkan penurunan populasi anjing laut.