Kabar tindak penganiayaan terhadap anak yang dilakukan Mario Dandy Satrio (20 tahun), menyeret orangtuanya, seorang pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ayah Mario bernama Rafael Alun Trisambodo jadi sorotan warganet dan publik luas lantaran catatan harta kekayaannya mencapai Rp56.104.350.289 (data LHKPN). Imbasnya, terungkap belasan ribu jajaran Kemenkeu (Kementerian Keuangan) belum laporkan kekayaan.
Harta Rafael diduga belum dilaporkan semua karena belum mencakup mobil Rubicon, kendaraan yang dipakai Mario, putranya, untuk mendatangi korban penganiayaan di Pesanggarahan, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2023) malam. Jika Sobat berselancar di halaman pencarian, diketahui harga satu unit mobil jeep Rubicon sedikitnya Rp1,59 miliar. Barang mewah dan mahal sekali, bukan?
Rafael yang menduduki posisi Kepala bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Jakarta Selatan II. Namun, besar nilai kekayaan yang dimilikinya itu empat kali lipat dari harta kekayaan atasannya, yaitu Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo yang hanya Rp14 miliar.
Angka fantastis kekayaan Rafael amat mengherankan, sehingga Sri Mulyani menginstruksikan pemeriksaan harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu. Rafael pun telah dibebastugaskan dari jabatannya terkait kebutuhan penyelidikan. Sri Mulyani mengharapkan proses pemeriksaan secara detail dan teliti, sekaligus menimbang tingkat hukuman kedisiplinan yang perlu dijatuhkan.
Terkait kasus ini, masyarakat tersentak oleh data lain. Ditilik dari situs LHKPN elhkpn.kpk.go.id, terdapat belasan ribu atau tepatnya 13.885 orang (43,13 persen) jajaran Kemenkeu belum melaporkan harta kekayaan tahun 2022 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keseluruhan, ada 32.191 orang di jajaran Kemenkeu yang wajib melaporkan kekayaan. Namun hingga Kamis (23/02/2023), baru 56,87 persen atau 18.306 orang yang lapor.
Kepercayaan Publik Terancam Merosot
Fakta belasan ribu jajaran Kemenkeu belum laporkan kekayaan membuat Ditjen Pajak Kemenkeu mau tak mau harus siap menerima konsekuensi. Sebagaimana lembaga publik yang menerima pelaporan pajak dari penduduk perseorangan dan badan, masyarakat tentu akan kecewa berat.
Sobat tentu punya pendapat serupa dengan masyarakat pada umumnya. Slogan “orang bijak, taat pajak” seakan cuma kata pemanis tapi sesungguhnya pepesan kosong semata.
Beragam pandangan minor pun berseliweran di media sosial menyindir kepongahan si tersangka penganiaya anak. Di Twitter, misalnya, berbagai unggahan bernada kesal atas kejadian menjelang tanggal jatuh tempo pelaporan SPT tahunan. Komedian tunggal Abdurrahim Arsyad, misalnya, melontarkan kata-kata satire yang terasa panas-getir di telinga jajaran Ditjen Pajak. Beredar juga meme yang menampilkan penggalan dialog mendiang pelawak Kasino secara sarkastis mengejek perilaku “anak orang kaya yang tengil”.
Kita yang bayar. Kita yang lapor. Mereka yang dapat bonus. 😁https://t.co/62uZ3bVnf2
— Abdurrahim Arsyad (@abdurarsyad) February 24, 2023
Terkait itu, pengamat Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies (Celios) menyayangkan perilaku keluarga pamer harta pejabat, terutama di lingkungan DJP Kemenkeu, seperti ditampilkan putra Rafael.
“Kalau ada pejabat atau keluarganya yang pamer harta di tengah kondisi masyarakat yang terjepit ekonomi, nanti ada masalah trust issue dengan pembayaran pajak,” kata Bhima, seperti dilansir CNN Indonesia.
Menurut Bhima, gaya hidup mewah itu juga bisa memunculkan kecurigaan publik dan membuat masyarakat enggan menunaikan tanggung jawab membayar pajak.
Sementara pengamat hukum Herdiansyah Hamzah menyinggung rendahnya integritas. Apa yang selama ini kerap disuarakan pemerintah soal meningkatkan loyalitas pada negara, ternyata kontradiktif dalam penerapannya. Personel aparatur sipil negara seperti menunjukkan sikap nol besar. Terlebih, terkait kasus Rafael, kendaraan yang dipamerkan putranya adalah harta yang tak dilaporkan dalam LHKPN.
“Gaya hidup bermewah-mewahan itu kan embrionya korupsi. Benih perilaku korup dipupuk dari pola semacam itu,” ucap Herdiansyah.
Hukuman Kedisiplinan
Pemerintah sebenarnya telah menerbitkan aturan tentang hukuman disiplin bagi pegawai negeri sipil (PNS). Aturan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Dalam aturan baru tersebut, PNS wajib melaporkan harta kekayaannya. Adapun aparatur yang wajib melaporkan harta kekayaan adalah PNS yang menduduki jabatan fungsional dan PNS lain yang menduduki jabatan yang diwajibkan melaporkan harta kekayaan.
Ketentuan soal kewajiban melaporkan harta kekayaan itu tercantum dalam Pasal 4 huruf e yang berbunyi: “PNS wajib melaporkan harta kekayaan kepada pejabat berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”
Jika PNS pejabat fungsional tidak melaporkan harta kekayaan, maka ia bisa dijatuhi hukuman disiplin sedang, berupa pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama enam hingga 12 bulan.
Sementara itu, bagi PNS lain yang menduduki jabatan yang diwajibkan melaporkan harta kekayaan, tetapi tidak melaporkan bisa mendapat hukuman disiplin berat. Sanksi ini berupa penurunan jabatan satu tingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan, atau bahkan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Nah, Sob, sebenarnya aturannya sudah ada. Apakah selama ini penerapannya belum maksimal? Mengapa, ya?