Jakarta baru saja merayakan ulang tahun ke-495. Salah satu yang khas dari HUT Kota Jakarta adalah pagelaran Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau Jakarta Fair yang berlangsung mulai dari 9 Juni – 17 Juli 2022 mendatang.
Bisa dibilang juga, PRJ sebuah acara pameran tahunan terbesar di Asia Tenggara yang berlangsung selama satu bulan penuh dengan berbagai aktivitasnya, mulai dari pameran produk lokal hingga penampilan seniman ternama tanah air.
Pada tahun ini, Jakarta Fair merupakan gelaran yang ke-52 kali, sejak digelar pertama kali pada 1968. Baru pada 2020 lalu pertama kalinya PRJ tidak diadakan karena adanya pandemi Covid-19. Lalu, bagaimana sih PRJ ini bisa diselenggarakan? Simak sejarah singkatnya berikut:
Awal Mula PRJ Dihelat
PRJ diketahui pertama kali digelar pada 5 Juni-20 Juli 1968 dan dibuka oleh Presiden Soeharto dengan melepas ratusan merpati pos. Kala itu itu nama PRJ masih disebut dengan DF (Djakarta Fair) menggunakan ejaan lama, Namun lambat laun ejaan ini berubah menjadi Jakarta Fair dan kini populer dengan sebutan Pekan Raya Jakarta.
Lalu apa alasan sebenarnya pemerintah DKI Jakarta menghelat PRJ? Ide ini muncul pertama kali digagas oleh Syamsudin Mangan atau yang dikenal nama Haji Mangan. Kala itu beliau masih menjabat sebagai Kepala KADIN (Kamar Dagang dan Industri) dan menginginkan adanya suatu ajang pameran untuk tingkatkan pemasaran produk dalam negeri yang baru bangkit pasca peristiwa G30S.
Ide dari Haji Mangan ini juga disetujui oleh Gubernur Jakarta saat itu yaitu Bang Ali Sadikin. Lebih lanjut, pemerintah DKI Jakarta menentukan bahwa Djakarta Fair berlangsung dalam waktu lama sebagai upaya mewujudkan keinginan Pemerintah DKI yang ingin menyatukan berbagai “pasar malam” yang ketika itu masih menyebar di sejumlah wilayah Jakarta.
PRJ memang terinspirasi dari pasar malam yang terkenal sebagai perkumpulan muda-mudi yaitu Pasar Malam Gambir. Pasar ini dimulai saat pemerintah Batavia menggelar party untuk penobatan Ratu Wilhelmina di Belanda tahun 1898.
Hingga akhirnya secara resmi, Pemerintah DKI mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 8 tahun 1968. Di mana dalam Perda tersebut menetapkan bahwa PRJ akan menjadi agenda tetap tahunan yang diselenggarakan menjelang Hari Ulang Tahun Jakarta serta dirayakan setiap tanggal 22 Juni.
Penyelenggaraan PRJ dari Tahun ke Tahun
Gelaran Djakarta Fair kemudian dilakukan oleh yayasan bernama Yayasan Penyelenggara Pameran dan Pekan Raya Jakarta. Tugas yayasan ini bukan hanya menyelenggarakan PRJ saja, tetapi juga sebagai penyelenggara Arena Promosi dan Hiburan Jakarta (APHJ) yang dijadwalkan berlangsung sepanjang tahun.
PRJ di tahun pertama bisa dikatakan sukses karena gelaran perdana ini nyatanya mampu menyedot pengunjung hingga 1,4 juta orang. Sedangkan PRJ tahun setelahnya atau DF 69 memecahkan rekor sebagai penyelenggaraan PRJ terlama yaitu 71 hari. Bahkan di DF 69 tersebut, Presiden AS Richard Nixon sempat mengunjungi secara langsung.
Sedangkan pada 2019, Jakarta Fair mencatat rekor transaksi terbesar hingga Rp7,5 triliun dan dibanjiri oleh 6,8 juta pengunjung.
Selama 1968-1991, PRJ identik dengan Kawasan Monas. Baru di tahun 1992, PRJ resmi pindah ke kawasan kompleks JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, menempati area seluas 44 hektare.
Kini, PRJ tak hanya sebagai ajang untuk memamerkan produk nasional namun sudah berkembang menjadi ajang pentas musik, pesta kembang api, pemilihan Miss Jakarta Fair, panggung kesenian, karnaval, produk menarik di stand-stand pameran bahkan doorprize.
Segala produk dari sektor industri dalam negeri pun ada di sini, mulai dari produk furniture, interior, building material, otomotif, handycraft, garment, sport & health, telekomunikasi, banking, stationary, komputer & elektronik, properti, kosmetik, food & drink, handphone, mainan anak-anak, sepatu, branded fashion, leather, branded product, multi-product, jasa dan produk BUMN, produk kreatif, serta berbagai produk unggulan lainnya.