Nikel adalah kunci bahan utama dalam produksi baterai kendaraan listrik. Di masa depan, Indonesia sendiri bercita-cita untuk menjadi ‘raja baterai’ bagi produksi kendaraan listrik.
Seperti yang sudah kita bahas sebelum-sebelumnya, Indonesia seringkali disebut sebagai negara yang menyimpan cadangan nikel melimpah. Namun, seiring berjalannya waktu apakah kita sadar bahwa cadangan nikel di masa depan akan menipis dan habis?
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), Rizal Kansil beranggapan bahwa seiring berjalannya waktu Indonesia semakin bersemangat dalam menambang nikel. Tentu ini jadi hal baik karena mendukung hilirisasi dalam negeri.
Akan tetapi, di satu sisi perlu jadi catatan juga bahwa nikel yang rutin diambil, maka cadangan nikel dalam jangka panjang juga makin lama akan semakin menipis. Untuk itu, Rizal menyarankan kepada pemerintah agar melakukan upaya demi memperpanjang umur pertambangan nikel.
Maka dari itu, untuk mencegah hal itu terjadi di masa depan, ada baiknya sejak saat ini memikirkan bagaimana cara perpanjang umur tambang nikel jika sewaktu-waktu akan habis?
Menurutnya salah satu upaya yang tepat untuk mencegah krisis nikel di masa depan adalah dengan melakukan kegiatan eksplorasi terhadap lokasi cadangan nikel di daerah lainnya. Ia juga mengusulkan supaya pemerintah agar lebih bisa mengonversi sumber daya nikel menjadi cadangan di Indonesia.
“Kita harus melakukan kegiatan eksplorasi yang lebih agresif baik untuk mendapatkan cadangan baru, lokasi baru maupun untuk mengonversi sumber daya menjadi cadangan. Ini salah satu yang bisa kita lakukan untuk memperpanjang umur tambang,” kata Rizal seperti dikutip CNBC Indonesia pada Kamis (19/1).
Selain mengonversi sumber daya, Rizal memberikan saran kepada pemerintah untuk segera menerbitkan moratorium pembangunan pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di Indonesia. Gunanya sebagai pertimbangan penambangan nikel yang semakin masif dan tak terbatasi.
Sebab, apabila juga berpikir jangka panjangnya kemungkinan nikel Tanah AIr nggak lagi bisa mencukupi kebutuhan hilirisasi dalam negeri. Mengingat sekarang saja dalam setahunnya kebutuhan bijih nikel bisa tembus 400 juta ton dalam setahunnya, bagaimana nasib di masa depan?
Ia juga khawatir bahwa benar bijih nikel di Indonesia terbukti sebesar 1,18 miliar ton. Oleh karena itu, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk melakukan moratorium pembangunan smelter dengan menggunakan teknologi fero metalurgi berbasis energi terbarukan.
“Memang sudah saatnya kita melakukan moratorium untuk pembangunan smelter dengan teknologi fero metalurgi. Apakah itu yang berbasis energi dari fosil fuel atau dari sumber energi terbarukan. Karena memang cadangannya tidak mencukupi untuk jangka panjang,” tambahnya.
Perlu Sobat pahami, untuk membuat baterai kendaraan listrik (EV) diperlukan cadangan nikel dan tembaga. Sedangkan, cadangan-cadangan nikel di Indonesia perlu di lindungi dengan memikirkan cara perpanjang umur tambang nikel. Apalagi mengingat Indonesia yang memiliki target menjadi ‘raja baterai’ EV di dunia.