Pernahkah kamu mendengar atau mengetahui tentang batu plastik? Yaps, batu plastik atau plastiglomerat merupakan sebuah kontaminasi yang terbentuk secara alami dari campuran plastik dengan pasir, pecahan karang atau bahan organik lainnya.
Pada dasarnya pembentuk batu ini berasal dari aktivitas manusia sendiri loh. Salah satu contohnya seperti melelehkan sampah plastik. Maksudnya, sampah plastik yang dibakar dan dibuang begitu saja, pada akhirnya akan bercampur dengan bahan organik lain membentuk plastik.
Nah, tahu nggak Sob, kalau salah satu pantai di Indonesia telah teridentifikasi pastiglomerat. Batuan jenis ini ditemukan oleh peneliti Indonesia-Jerman di Pulau Panjang yang lokasinya terletak di sisi barat Pulau Jawa Indonesia. Terdapat 25 sampel plastiglomerat di pulau tersebut.
Kini tim peneliti Indonesia-Jerman di Keil University juga telah menunjukkan bahwa batuan jenis ini dapat meningkatkan resiko terhadap lingkungan terhadap ekosistem pasir seperti padang lamun, hutan bakau, atau terumbu karang.
Hasil temuan plastiglomerat yang telah teridentifikasi ni kemudian dipublikasikan jurnal Scientific Reports dengan judul “Plastiglomerates from uncontrolled burning of plastic waste on Indonesian beaches contain high contents of organic pollutants”.
“Sampai saat ini ada penelitian yang agak mendasar yang menjelaskan pembentukan plastiglomerat (batu plastik),” ujar penulis pertama sekaligus peneliti BRIN yang datang ke Kiel University untuk beasiswa selama tiga bulan bernama Amanda Utami.
“Dengan hasil kami, kami telah menunjukkan untuk pertama kalinya bagaimana plastiglomerat berbeda dari sampah plastik lainnya dan dapat membuat pernyataan yang lebih baik tentang dampak lingkungan”.
Bagaimana Cara Mengetahui Batu Plastik?
Caranya, jika sampah plastik dibakar langsung di pantai, proses pelelehan dan pembakaran ini yang akan menghasilkan batu plastik. Kontaminasi ini matriks plastiknya adakah rantai karbon terdegradasi.
Secara kimia, plastik yang terdegradasi akan lebih cepat menjadi mikroplastik melalui paparan angin, ombak, dan butiran sedimen di pantai. Proses pembakaran yang nggak sempurna ini melepaskan polutan baru dari plastik yang mula-mulanya mengendap di plastik dan kemudian terlepas ke lingkungan.
Kalau sudah begitu, maka plastiglomerat akan lebih cepat pula untuk mencemari lingkungan. Lebih bahayanya lagi, bahkan sampai masuk ke dalam rantai makanan dan menjadi racun bagi kehidupan, Sob. Ngeri banget, kan?
Bisa Sebabkan Kanker
Pertama, para peneliti membedakan sampel batu plastik atau plastiglomerat menurut kriteria optik. Mereka membaginya menjadi sampel yang kuat dan lebih kuat meleleh atau terbakar.
Kemudian peneliti mengekstrak polutan yang mudah menguap dengan bantuan pelarut. Untuk analisis satu ini dilakukan oleh Kelompok Geokimia Organik Profesor Lorenz Schwark di Institute of Geosciences.
Dari situ hasilnya mengungkapkan, misal kontaminasi dengan hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) dan ftalat yang biasa digunakan sebagai peliat untuk plastik. Di mana kedua golongan zat tersebut berpotensi tinggi hingga menyebabkan kanker.
Selain itu, area yang sudah terpapar dengan proses pembakaran sampah plastik ini ternyata menunjukan tingkat pelapukan dan oksidasi yang tinggi, loh. Salah satu faktor utamanya karena plastiglomerat sangat mudah membusuk.
“Biasanya, foto-oksidasi oleh sinar UV memengaruhi lapisan atas plastik. Tapi termo-oksidasi dengan membakar limbah plastik secara signifikan mengubah struktur internal material juga,” kata ahli geosains Reuning.
Kemungkinan besar di masa depan nanti, ada banyak ekosistem perairan tropis baik di Indonesia maupun seluruh dunia akan terpengaruh oleh plastiglomerat. Sampai-sampai sebuah studi menunjukkan bahwa polutan organik juga ditransfer ke karang atau organisme laut lainnya. Dengan demikian dapat berdampak negatif pada kesehatan laut.
“Dibandingkan sampah plastik biasa, sifat unik plastiglomerat membutuhkan bentuk pengelolaan pesisir yang spesifik,” simpul Utami.
“Jika sampah dari daerah perkotaan di pantai tropis dibuang dan dikelola dengan lebih bak, masalah serius, dapat dicegah.”