Asia Tenggara merupakan wilayah yang paling beragam secara genetik di dunia. Berangkat dari keunikannya itu, hal ini menjadi kesempatan bagi para ilmuwan untuk meneliti hal tersebut. Termasuk salah satunya melakukan penelitian tentang asal-usul nenek moyang yang hidup di Asia Tenggara.
Sebuah teori yang menyebutkan jika nenek moyang penduduk Asia Tenggara berasal dari masyarakat kuno yang memiliki kebiasaan berburu-meramu atau disebut sebagai Hòabìnhian. Diperkirakan, kelompok masyarakat ini telah menempati Asia Tenggara selama 40.000 tahun lamanya.
Namun ada beberapa kejadian menarik yang terjadi. Pada masa peralihan dari berburu-meramu ke masyarakat bercocok tanam, secara tiba-tiba masyarakat prasejarah menghilang. Lebih anehnya lagi satupun tak ada yang mengetahui keberadaan mereka, seakan-akan lenyap dari muka bumi.
Lalu, apakah masyarakat Hòabìnhian bisa beradaptasi bercocok tanam dengan baik sebagai cara hidup yang baru atau keberadaannya justru tersingkirkan oleh keberadaan populasi lain?
Berdasarkan sebuah catatan pada masa itu, ketika momen bersamaan penduduk Hòabìnhian menghilang, ternyata telah terjadi pula migrasi besar-besaran yang berasal dari Asia Timur. Kedatangan petani tersebut timbul teori baru yang dinamakan ‘two-layer model’.
Meskipun demikian, sayangnya hipotesis dari kedua teori ini dinyatakan belum dikupas tuntas secara keseluruhan mengenai asal-usul nenek moyang di Asia Tenggara. Sampai pada waktu itu sebuah penelitian internasional berhasil mengungkap fakta baru.
“Kami meneliti kerangka manusia purba mulai dari masa Hòabìnhian hidup hingga Zaman Besi. Dan kami menemukan jika populasi Asia Tenggara saat ini berhasil setidaknya empat populasi kuno,” jelas Fernando Raimo selaku peneliti genetika kuno dari University of Copenhagen, Denmark, sebagaimana dilansir Science Alert via Kompas.
“Ini merupakan bentuk yang jauh lebih kompleks dari yang diperkirakan sebelumnya,” tuturnya.
Oleh karena itu, hal ini membuat para peneliti tergerak untuk mengekstraksi DNA dari sisa kerangka manusia purba. Pertama penelitian ini mulai dilakukan terhadap kerangka manusia yang berusia 8000 tahun lalu yang terdapat di beberapa wilayah seperti Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Indonesia, Laos, dan Jepang.
Jika dijumlahkan, totalnya ada 26 urutan genom manusia purba yang berhasil diteliti. Hasilnya menyebutkan pembentukan pada masa bercocok tanam serta catatan migrasi orang Asia Tenggara lebih kaya daripada sebelumnya.
Kesimpulan Penelitian yang Kompleks
Alhasil dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak ada interpretasi yang sesuai dengan kompleksitas sejarah Asia Tenggara, baik bagi masyarakat berburu-meramu maupun petani Asia Timur.
Meskipun kesimpulan penelitian ini belum terjawab secara keseluruhan, akan tetapi hasil tersebut bisa membantu menyelesaikan satu dari kontroversi yang berlangsung lama di masa prasejarah Asia Tenggara.
Belum lagi, di samping itu selama proses penelitian berlangsung para ilmuwan ini harus melawan iklim Asia Tenggara. Sebab, panas dan kelembaban udara di Asia Tenggara menjadi salah satu lingkungan paling sulit dalam pengawetan DNA.
“Kami berusaha keras untuk mengambil DNA purba dari Asia Tenggara tropis yang dapat memberikan petunjuk baru,” ujar Eske Willerslev selaku Pimpinan Ahli Genetika Evolusioner dari University of Cambridge, Inggris.
“Fakta bahwa kami dapat memperoleh 26 genom manusia menjelaskan kekayaan genetik luar biasa dari kelompok-kelompok di wilayah ini tentu sangat luar biasa,” tambahnya.