Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengajukan kebebasan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral logam tanah jarang di kawasan Mamuju, Sulawesi Barat.
Tujuan mengajukan WIUP untuk memperlancar proses eksplorasi awak dan potensi logam tanah jarang di daerah Mamuju. Adapun kebutuhan pengajuan proposal WIUP awalnya didorong temuan cadangan logam tanah jarang yang signifikan oleh Badan Geologi dari kegiatan eksplorasi pada 2022 lalu.
Eksplorasi dilakukan dalam dua tahap. Pertama, eksplorasi awal yang terdiri dari pemetaan georadar, geomagmet, sumur uji, hingga pengeboran. Kedua, eksplorasi tahap lanjutan, berupa eksplorasi detail lewat pengeboran yang lebih rapat dan uji ekstraksi. Tahap kedua ini biasanya meliputi karakterisasi, konsentrasi, dan ekstraksi.
Nah, dari kegiatan eksplorasi ini dapat diketahui, kadar total logam tanah jarang tertinggi di wilayah Mamuju sebesar 4.571 parts per million (opm). Biasanya logam tanah jarang akan ditemukan dalam mineral fosfat monasit dan senotim.
Menurut penuturan Hariyanto selaku Kepala Pusat Sumber Daya Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi, sampai saat ini belum ada satupun WIUP yang diperuntukkan bagi pengembangan logam tanah jarang.
“Kami akan coba usulkan yang potensinya sudah signifikan itu adalah di Mamuju, logam tanah jarang di daerah Sulawesi tersebut,” lanjutnya.
Di samping itu, Bandan Geologi juga melakukan eksplorasi logam tanah jarang di brine water lumpur lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Alhasil ditemukan potensi lithium sebesar 86–92 ppm, potensi Stronsium sebesar 394–451 ppm, dan logam tanah jarang maksimal 111 ppm.
Pada kegiatan tersebut, Badan Geologi melakukan pengamatan bersama Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara (TekMIRA).
“Hal yang kami temukan dan berpotensi untuk diusahakan pengembangannya adalah di Sulawesi, yaitu di daerah Mamuju,” ucap Hariyanto.
Secara umum, sebelumnya logam tanah jarang dikelola oleh dua kementerian, yaitu Kementerian ESDM yang mengatur sektor hulu dan Kementerian Perindustrian mengelola sektor hilir.
Logam tanah jarang merupakan senyawa kompleks yang terbentuk dari tujuh belas unsur pada tabel periodik. Untuk di Indonesia, logam tanah jarang paling banyak ditemukan di Pulau Bangka Belitung dengan besaran monasit mencapai 186.663 ton dan senotim 20.734 ton.