Hingga saat ini, pandemi COVID-19 belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, meskipun beberapa peneliti kesehatan telah membuat vaksin dengan berbagai merk. Masyarakat di berbagai negara pun diminta untuk beradaptasi dengan berbagai kemungkinan. Tapi tahukah Anda, jika di tengah penyesuaian terhadap adaptasi menimbulkan kelelahan akan perubahan akibat situasi pandemi atau Pandemic Fatigue?
Ya, Pandemic Fatigue atau titik jenuh seseorang terhadap sebuah perubahan akibat situasi pandemi ini banyak dialami oleh masyarakat. Hal ini diungkapkan langsung oleh Sosiolog dari Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmine.
“Kalau kita ngomongin berapa lama kita bertahan, ada satu titik di mana kita jenuh terhadap perubahan-perubahan yang diminta untuk dilakukan. Itu yang disebut pandemic fatigue,” jelas Indira Yasmin dalam webinar bersama Frisian Flag pada Senin (22/3/2021).
Akibat dari kejenuhan pandemi ini akan menyebabkan masyarakat mulai lalai akan protokol kesehatan. Tentu saja, kemungkinan jumlah penderita COVID-19 tidak akan berkurang.
Untuk mengurangi hal tersebut, ada beberapa hal yang harus dilakukan yakni pertama, pemerintah disarankan membuat regulasi yang berfokus pada manusia atau masyarakat, kebijakan dibuat berbasis data dan tidak bisa dipukul rata.
Kedua, menekankan community based solution. Artinya melibatkan anggota masyarakat dalam penyesuaian terhadap situasi pandemi. Di sini diperlukan keterbukaan dan perubahan gaya hidup.
Terakhir, membangun ketahanan keluarga agar dapat bertahan dan beradaptasi, dengan cara mengurangi sumber beban (stress), menambah hal-hal positif.
“Caranya, mengurangi sumber beban yang negatif (stress). Menambah sumber yang positif misal relasi yang suportif dan responsif, dukungan komunitas, ketetanggaan, memelihara relasi dengan anggota keluarga, memindahkan titik tumpu, tambahnya.
Sekedar informasi saja, sebelumnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri telah memprediksikan jika Pandemic Fatigue akan timbul jika virus COVID-19 terus ‘meneror’ kesehatan manusia.