Memasuki musim kemarau, biasanya di berbagai wilayah Indonesia banyak ditemukan tempat berkembangbiaknya nyamuk yang tentu saja membahayakan kesehatan manusia. Salah satu nyamuk yang bisa membahayakan kesehatan yaitu Aedes aegypti atau dikenal dengan sebutan nyamuk demam berdarah.
Lalu, mengapa jenis nyamuk Aedes aegypti ini banyak ‘menyerang’ manusia? Menurut jurnal Nature pada Rabu (4/5/2022) menjelaskan bahwa peneliti menemukan fakta jika nyamuk demam berdarah lebih tertarik menghisap darah manusia dibandingkan hewan.
MHal ini diakibatkan karena nyamuk demam berdarah bisa membedakan molekul aroma pada manusia dengan hewan yang berada dalam satu lingkungan. Molekul aroma di tubuh manusia berbeda dengan hewan. Bau manusia terdiri dari berbagai senyawa namun dengan rasio yang berbeda.
Aroma-aroma tersebut terdapat pada bagian tubuh manusia seperti rambut, bulu, hingga wol. Maka dari itu, nyamuk Aedes aegypti lebih tertarik untuk mengambil darah pada tubuh manusia.
“Nyamuk menggunakan pusat otak untuk mendeteksi dua bahan kimia, decanal dan undekanal, yang memiliki sedikit bau jeruk dan diperkaya bau manusia,” tulis jurnal Nature.
Para peneliti gabungan yang berasal dari Universitas Princeton, Amerika Serikat ini melakukan riset menggunakan pendekatan canggih untuk menggambarkan proses kerja otak nyamuk sehingga bisa mengetahui cara hewan mengenali mangsanya.
Selain itu, peneliti juga mencoba memahami campuran komponen-komponen di udara yang digunakan nyamuk untuk mengenali bau manusia. Tercatat, otak nyamuk memiliki 60 pusat saraf yang disebut glomeruli. Pada bagian besar itulah yang membantu nyamuk menemukan makanan ‘favorit’ mereka.
Dalam penelitiannya, para ilmuwan tersebut juga mempertanyakan “Seperti apa otak nyamuk saat mendeteksi aroma? Apa yang mengaktifkan neuronnya? Dan bagaimana otak nyamuk bisa aktif secara berbeda ketika mencium aroma tubuh manusia dan hewan.”
Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, ditemukan jika otak nyamuk memiliki teknik canggih untuk membedakan manusia dan hewan.
“Ketika melihat aktivitas otak (nyamuk), saya tidak percaya bahwa hanya dua glomeruli yang terlibat. Bagi saya, ini adalah kisah evolusi, jika kami membuat uji statistic untuk membedakan bau manusia, itu akan menjadi sangat kompleks, tetapi nyamuk melakukan sesuatu yang sangat sederhana dan sederhana biasanya bekerja dengan cukup baik, dalam hal evolusi,” terang peneliti bernama Zhilei Zhao dalam jurnal Nature.
Melihat hasil penelitian, maka diharapkan masyarakat khususnya di Indonesia untuk rajin membersihkan tempat-tempat berkembangbiaknya nyamuk, terutama Aedes aegypti. Seperti, bak mandi, selokan, hingga genangan-genangan yang ada di lingkungan sekitar rumah.