Sebuah laporan bertajuk Digital Civility Index (DCI) yang dipublikasikan Microsoft sempat menghebohkan warga Indonesia di tahun 2021 lalu. Pasalnya di dalam laporan mengungkap kalau warganet Indonesia paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Yup, netizen Indonesia disebut sering berkata kasar hingga suka julid di dunia maya.
Memang, nggak jarang media sosial menjadi ‘TKP’ suatu konflik. Dari yang bermula bersilang pendapat lalu saling berperang dengan kata-kata negatif hingga netizen yang mengomentari kehidupan orang lain dengan kata-kata tak sopan atau julid. Biasanya, situasi ini terjadi pada akun-akun penyebar gosip.
Kata “julid” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti “iri dan dengki dengan keberhasilan orang lain, biasanya dilakukan dengan menulis komentar, status, atau pendapat di media sosial yang menyudutkan orang tertentu.”
Ternyata tendensi sering berkata julid, baik di media sosial maupun secara langsung saat bergosip, berkaitan dengan aspek psikologi, lho. Menurut Psychology Today, julid didasari rasa tidak suka akan kesenangan orang lain yang menghampiri diri seseorang, terdapat pikiran-pikiran negatif yang tanpa disadari memenuhi otak.
Sangat disayangkan ya, Sob, perkembangan teknologi yang menciptakan media sosial sebagai wadah untuk mendapatkan informasi lebih cepat dan berkomunikasi malah tak digunakan dengan baik. Nggak hanya itu, menurut para sosiolog, terdapat faktor-faktor lain penyebab kenapa netizen sangat suka julid, mengomentari, mengkritik, bahkan ikut campur dalam masalah orang lain. Apa saja itu?
Tidak Percaya Diri
Rasa tidak percaya diri dan pesimis pada diri seseorang kerap menimbulkan kecemburuan dan iri-dengki terhadap orang lain yang lebih sukses. Kecemburuan yang berlebih inilah yang sering berimbas orang mengalami kegagalan mengomentari prestasi orang lain yang tak disukainya dengan kata-kata buruk.
Paranoid
Orang yang mengalami paranoia sering menganggap orang lain selalu punya niat atau motif jahat terhadapnya. Akibatnya orang seperti ini juga terkadang playing victim, merasa teraniaya, lalu berujung menyalahkan orang lain atas kegagalan pencapaian hidupnya.
Obsesif
Seseorang yang terobsesi dengan suatu hal atau orang lain juga kerap melemparkan kata-kata kasar teurtama kepada mereka yang tak sejalan dengan pemikiran atau opininya. Kerap ditemukan di laman media sosial tokoh populer yang terkena skandal, fans obsesif akan melakkan segala cara untuk membalikkan citra idolanya menjadi positif. Bahkan tak jarang dengan cara berkomentar kasar yang mampu melukai hati orang lain.
Kecenderungan Menentang Tatanan Sosial Budaya
Sosiolog Devie Rahmawati mengatakan bahwa watak masyarakat yang ramah berubah jadi marah seiring perkembangan dunia digital. Terlebih, kata Devie, mengacu riset pada tahun 2010, pengguna media sosial memiliki kecenderungan menggunakan kata-kata ofensif yang bertentangan dengan tatanan sosial dan budaya. Memaki seseorang degan panggilan kasar, contohnya, bertentangan dengan norma-norma masyarakat di Indonesia.
Bisa Berlindung di Balik Akun Anonim
Di media sosial, tak semua pengguna akun medsos memakai nama dan foto asli alias bisa menjadi orang lain hingga anonim. Namun ternyata hal ini, menurut Profesor Rosalia Sciortino dari Mahidol University, Thailand, menyebabkan medsos bisa dijadikan tempat di mana orang bisa mengaburkan jati dirinya. Maka tak mengherankan, banyak yang lebih “berani” dalam merundung orang, apalagi kalau cyber bullying dilakukan secara berkelompok.
Nah, itu dia, Sob, beberapa alasan kenapa sih netizen termasuk di Indonesia, suka bekomentar julid. Tapi jangan kamu jadikan pembenaran, ya. Gunakanlah media sosial dengan bijak hingga kita dan orang lain bisa mendapatkan manfaat baiknya. Setuju?