Pembangunan fasilitas pemurnian (refinery) alumina bauksit terus dikawal pembangunannya nih, Sob, oleh Kementerian Investasi/BKPM. Hal ini dilakukan karena pembangunan smelter bauksit sedang mengalami kendala.
Seperti diketahui, sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut dari 12 fasilitas pemurnian (refinery) yang dibangun, sebanyak 4 refinery sudah beroperasi. Sisanya, 7-8 smelter bauksit tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan atau masih dalam keadaan tanah lapang.
Adapun perusahaan-perusahaan yang mengalami kendala dalam membangun fasilitas pemurnian alumina bauksit antara lain PT Quality Sukses Sejahtera (IUP), PT Dinamika Sejahtera Mandiri, PT Parenggean Makmur Sejahtera, PT Persada Pratama Cemerlang, PT Sumber Bumi Marau, PT Kalbar Bumi Perkasa, PT Laman Mining, dan PT Borneo Alumina Indonesia.
Melihat hal tersebut, Direktur Hilirisasi Mineral dan Batubara Kementerian Investasi/BKPM, Hasyim mengungkapkan pihaknya akan terus mengawal pembangunan Smelter Grade Alumina (SGA) dan Chemical Grade Alumina (CGA) yang belum terbangun.
Bukan tanpa alasan, saat ini kapasitas produksi SGA nasional tercatat baru 3 juta ton per tahun dan CGA nasional 300.000 ton per tahun. Sedangkan berdasarkan data Kementerian ESDM, produksi bijih bauksit pada 2022 mencapai 27,7 juta ton. Tentu jumlah produksi SGA nasional tahun ini masih jauh di bawah pendapatan tahun lalu.
“Saat ini kami lagi melakukan fasilitasi perusahaan yang terkendala pembangunan smelter,” ujar Hasyim dalam acara webinar bertajuk ‘Peluang Investasi Hilirisasi Sektor Mineral, pada Senin (14/8/2023) seperti dikutip Kontan.
Pihak BKPM pun terus mendorong dan mengawal agar perusahaan yang bersangkutan membangun smelternya, sehingga bahan baku berupa bijih bauksit bisa terserap di dalam negeri.
Target pembangunan smelter ke depannya, BKPM mencatat ada 10 pabrik pemurnian dan pengolahan bauksit yang akan dibangun di berbagai lokasi, seperti Karimun, Mempawah, Sanggau, Ketapang, Pontianak, dan Kotawaringin Timur.
Dari smelter yang dibangun tersebut, maka akan dihasilkan SGA, CGA, hingga aluminium billet dan ingot. Selain itu, 10 perusahaan atau pabrik tersebut akan mengkonsumsi bijih bauksit tercuci (washed bauxite) yang diperkirakan akan mencapai 36 juta ton bijih per tahunnya.
Hasil dari didorongnya industri bauksit maka kemungkinan besar produksi alumina slab, billet dan rod, serta alloy ingor casting nilai tambah yang didapat bisa mencapai 32,18 kali.
“Sasaran prioritas bauksit proyeksi hilirisasi bauksit ke depannya untuk mendukung industri solar PV dan komponen kendaraan listrik,” tambah Hasyim.
Sekedar informasi saja, jika bauksit bisa diolah menjadi komponen EV nilai tambahnya akan mencapai 197,7 kali di mana permintaan global pada 2045 mencapai US$425 miliar.