Abdul Mughni adalah sosok yang telah memulihkan dan mengembangkan hutan mangrove setelah pesisir desanya dihantam abrasi hebat. Abrasi tersebut mengakibatkan rusaknya lingkungan dan ekosistem hutan mangrove dimana para satwa yang hidup di sana juga hilang.
Sebenarnya Abdul Mughni adalah seorang nelayan, namun saat cuaca buruk ia tak bisa berlaut sehingga kepiting menjadi tangkapan utama baginya.
Itulah yang membuat Mughni, panggilan akrab di desanya tergerak untuk menyelamatkan masalah lingkungan desanya yang semakin kritis. Ia mulai berinisiatif untuk menanam mangrove yang dapat mengantisipasi dampak abrasi.
Untuk membudidayakan mangrove, ia mulai belajar secara otodidak. Tabk langsung berhasil, ia berulang kali gagal melakukan pembibitan mangrove. Namun, Mughni terus berusaha dan memegang prinsip 3K, yaitu komitmen, konsisten, dan konsekuensi hingga ia berhasil.
Lambat laun Mughni mulai mengerti bagaimana caranya melakukan pembibitan mangrove dan mengetahui bahwa mangrove di sekitarnya adalah jenis avicienna atau api-api. Sehingga, ia tahu cara membibitnya dari bawah buah yang bentuknya seperti kacang panjang.
Ia mulai menanam sedikit demi sedikit mangrove yang berhasil dia bibit. Bersama beberapa orang, Mughni selama bertahun-tahun tetap menanam. Namun, hasilnya tidak dapat mengembalikan lingkungan mangrove seperti semula.
Hingga akhirnya pada akhir tahun 2013, niatnya itu mulai dilirik oleh beberapa pihak seperti CSR dari Perusahaan Gas Negara (PGN) Saka dan mitra pendampingan dari LSM Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) Surabaya, yang berkenan untuk membantu mewujudkan mimpi Mughni melestarikan lingkungan mangrove di Banyuurip.
Mughni membentuk Kelompok Pelestari Mangrove dan Lingkungan Banyuurip (KPMLB) bersama dengan PGN Saka, Pupuk Surabaya, dan kepala desa. Mereka melakukan kunjungan ke Mangrove Center Kabupaten Tuban yang terkenal sebagai pusat pembibitan mangrove di Jawa Timur sebagai studi awal.
Setelah kunjungan itu, dengan lahan seluas 150m2 yang cukup untuk 22.000 bibit mangrove mereka melakukan pembudidayaan mandiri di Banyuurip.
Kemudian, setelah menerima beberapa bantuan dari instansi pemerintah, lembaga pendidikan, hingga perusahaan, pada tahun 2015 lokasi pembibitannya bertambah menjadi 336m2 dan dapat menampung hingga 60.000 bibit.
Hingga saat ini Mughni telah membudidayakan 18 jenis mangrove. Dari 18 jenis itu, ia sudah menanam ratusan ribu bibit yang kini telah tersebar di wilayah Banyuurip.
Berkatnya dan warga sekitar, lokasi yang terdampak abrasi parah kini telah kembali asri. Kepiting yang sempat hilang pun kini juga kembali bertebaran di Banyuurip.
Tempat ini sekarang telah menjadi pusat edukasi, penelitian, dan wisata mangrove yang dikenal dengan nama Banyuurip Mangrove Center (BMC). Tempat ini juga secara resmi ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Esensial (KEE) dalam acara peringatan Hari Lahan Basah Sedunia pada Juni 2021.
Berkat kegigihannya, Mughni juga menerima penghargaan dari Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Gresik pada 2 Juni 2021
Kisahnya ini dapat kita ambil manfaat dan sisi positifnya bahwa niat yang sederhana bisa punya dampak yang luar biasa untuk masyarakat dan lingkungan sekitar.