Galungan merupakan salah satu peringatan hari raya besar bagi umat Hindu di Bali. Perayaan ini digelar sebagai wujud rasa syukur dan memohon keberkahan oleh Sang Pencipta, Selain itu diadakannya hari besar ini untuk menyatukan rohani supaya mendapat pikiran dan pendirian yang tenang.
Pada Hari Raya Galungan masyarakat umat Hindu di Pulau Dewata akan melaksanakan beberapa tradisi. Adapun tradisi tersebut biasanya dilakukan baik sebelum perayaan maupun sesudah. Berikut ini beberapa tradisi Galungan yang ada di Bali.
1. Memasang Penjor
Biasanya janur kuning terpasang di setiap acara pernikahan. Namun, hal ini berbeda dengan tradisi Galungan di Bali. Menjelang perayaan tersebut janur kuning atau disebut “penjor”, akan menghiasi di sepanjang jalan dan rumah-rumah penduduk setempat. Penjor ini dipasang oleh masyarakat Hindu di Pulau Dewata.
Penjor sendiri memiliki sebuah makna mendalam. Bagi masyarakat Hindu, penjor diartikan sebagai manusia yang sepatutnya selalu melihat ke bawah dan menolong orang lain yang belum memiliki keberuntungan. Adapun hal ini digambarkan seperti ujung penjor yang melengkung ke bawah.
2. Tradisi Ngejot
Kata Ngejot dalam tradisi tersebut diambil dari istilah bahasa Bali yang artinya memberi. Adapun yang diberikan bisa berupa makanan, jajaranan atau buah-buahan.
Jadi, Ngejot merupakan tradisi berbagi makanan kepada para tetangga sebagai ungkapan rasa terima kasih. Tradisi ini diselenggarakan sebelum perayaan Hari Raya Galungan. Tujuannya untuk memperat tali persaudaraan antar umat Hindu.
3. Tradisi Potong Babi
Satu hari sebelum perayaan Galungan digelar, masyarakat Hindu di Bali akan terlebih dahulu melaksanakan tradisi potong babi. Tradisi tersebut biasanya diartikan dengan mengalahkan enam sifat manusia.
4. Tradisi Ngurek
Dalam bahasa Indonesia, “Ngurek” artinya melubangi atau menusuk. Ya, tradisi satu ini memang terbilang cukup ekstrem. Mengapa demikian? Karena ini merupakan tradisi melukai diri sendiri dengan menggunakan senjata tajam seperti keris, tombak dan pisau.
Memang, jika dilihat sekilas tradisi Ngurek menyerupai atraksi Debus yang berasal dari Banten. Bedanya, pada tradisi Ngurek setiap para peserta akan berada dalam kondisi kerasukan. Jadi mereka tidak akan berdarah dan kesakitan, karena sebelumnya telah diberikan kekuatan dari roh-roh nenek moyang terlebih dahulu.
Banyak masyarakat Bali percaya, tradisi Ngurek merupakan bentuk bagian dari manifestasi pengabdian pada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).
5. Perang Jempana
Perang Jempana bukanlah sembarang perang, melainkan sebuah adat istiadat atau bagian dari perayaan Galungan. Biasanya perang satu ini dilaksanakan setiap 210 hari atau lebih tepatnya pada hari Saniscara Kliwon Kuningan.
Tradisi ini telah dilaksanakan sejak tahun 1500-an. Bagi masyarakat umat Hindu Bali lebih mengenal tradisi ini dengan sebutan Dewa Nasraman. Para peserta Perang Jempana akan bermain dalam kondisi tidak sadar.
Puncak dari tradisi ini bernama Ngambeng Jempana, yakni atraksi saling dorong antar warga yang membawa jempana (tandu) dengan iringan suara tabuhan Gong Baleganjur.