Bulan suci Ramadan akan segera berakhir. Kemenangan di hari nan fitri pun sudah di depan mata. Namun, kehangatan bersama orang terdekat tentu tak bisa dilewatkan. Bagi Sobat SJ yang menjalankan ibadah puasa, ada pilihan 3 bubur sedap Lebaran untuk jadi kudapan penutup Ramadan.
Pilihan bubur ini umumnya hadir sebagai menu berbuka puasa. Dengan paduan komposisinya yang unik, kamu tentu pantas mencobanya. Terlebih, ketiganya berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Apa aja ya? Berikut uraiannya spesial buat Sobat.
Bubur Kanji Rumbi (Aceh)
Jika mengunjungi Aceh, Sobat kudu menjajal menu bubur ayam khas Aceh ini. Bubur kanji rumbi terbuat dari beras dan racikan bumbu tradisional yang terasa lezat. Sejenis bubur ayam dicampur dengan rempah-rempah khas Aceh, seperti merica, jintan, adas, kembang lawang, kapulaga, jahe, dan daun pandan.
Sebagai sajian khas Kota Serambi Mekah, bubur kanji rambi dikenal dengan bubur dengan 40 macam bumbu. Bubur ini biasa disajikan untuk berbuka puasa dengan kesan cukup mengenyangkan perut.
Sejumlah rumah ibadah menyediakan menu berbuka puasa ini, salah satunya Masjid Al-Furqon di Kelurahan Beurawe, Kota Banda Aceh. Setiap jam 2 siang di bulan Ramadan, panitia sudah berkumpul menyiapkan kanji rumbi sebagai sajian takjil.
Uniknya, bubur kanji rumbi juga menawarkan sensasi dan rasa rempah yang kuat. Proses memasaknya sebagian besar masih menggunakan kayu bakar. Lain tempat, maka akan sedikit berbeda rasa kanji rumbinya. Ini tergantung dari cara memasak di berbagai daerah yang ada di Aceh.
Bubur Kampiun (Bukittinggi)
Bubur kampiun yang dikembangkan warga Sumatera Barat siap menggugah seleramu, Sob. Bubur kampiun termasuk satu jenis kuliner khas Minangkabau Daratan (Darek), tepatnya di daerah Bukittinggi.
Hidangan bubur kampiun terdiri atas campuran beberapa bahan masakan yang menghasilkan cita rasa manis dan lembut. Bubur ini memadukan ketan putih yang dikukus, bubur putih atau bubur sumsum, atau bubur ketan hitam. Lalu ada pula kolak pisang atau ubi, bubur kacang hijau atau kacang padi, dan bubur conde atau candil.
Di beberapa kelompok masyarakat di Bukittinggi, bubur kampiun punya beberapa varian. Misalnya, lupis ketan putih sebagai pengganti nasi ketan, atau bubur delima sebagai pengganti bubur conde. Karena teknik pengerjaannya cukup sulit, beberapa pedagang bubur kampiun tidak menyajikan conde dalam campuran bubur buatannya.
Biasanya pedagang bubur kampiun memasak berbagai bahan bubur sejak dini hari. Semua bahan dimasak secara bersamaan di panci yang berbeda-beda. Karena itu, pembuatan bubur kampiun yang komplit setidaknya membutuhkan enam jenis bahan yang dimasak dalam enam panci di atas enam tungku secara bersamaan.
Dikutip dari laman Indonesia Kaya, memasak sajian bubur kampiun menuntut keterampilan khusus. Salah satu dari sedikit pedagang bubur kampiun di Pasar Raya Padang mengungkapkan, proses pemasakan air, pemotongan bahan-bahan, pemerasan santan hingga pengadukan ketan hitam dan bubur sumsum berlangsung secara simultan. Maka, perlu kecermatan dalam mengatur waktu memasak keenam jenis bahan berbeda.
Seiring waktu, bubur kampiun semakin sulit ditemukan. Salah satu penyebabnya karena bahannya semakin mahal, sedangkan peminatnya pun semakin sedikit. Di samping itu, menyajikan hidangan ini membutuhkan keterampilan dan pengalaman khusus. Pengalaman bertahun-tahun sangat dibutuhkan demi menjamin hasil olahan yang maksimal dan nikmat.
Di Bukittinggi, tidak banyak orang yang menguasai teknik pembuatannya. Kudapan ini masih menjadi salah satu sajian khas berbuka puasa di Minangkabau. Kalau kamu menikmatinya di akhir Ramadan, tentu bisa jadi momen berkesan bersama keluarga.
Bubur Samin (Solo)
Diusut sejarahnya, bubur samin disebut-sebut sudah menjadi sajian berbuka puasa sejak 1930 di Masjid Darussalam, Jayengan, Serengan, Kota Solo. Mulanya bubur samin hanya untuk konsumsi kalangan internal Masjid Darussalam. Dahulu masjid ini hanyalah sebuah langgar sederhana.
Kemudian pada tahun 1965, langgar dirobohkan untuk didirikan bangunan masjid permanen. Bubur samin masih terus disajikan namun dengan porsi lebih besar. Sejak 1985, pengurus masjid dan warga sekitar bisa menikmati bubur ini sebagai kudapan berbuka puasa setiap Ramadan.
Hingga kini, Masjid Darussalam selalu jadi tujuan warga menjelang magrib. Masyarakat Solo dan sekitarnya selalu mengantre untuk mendapatkan semangkuk bubur samin khas Banjar, Kalimantan Selatan ini.
Ya, di kawasan Masjid Darussalam itu dikenal sebagai daerah hunian warga perantau dari Banjar, Kalsel. Mereka tinggal di perkampungan di Kelurahan Jayengan, Kecamatan Serengan, Solo. Mula-mula, penyajian bubur samin dimaksudkan mengobati rasa rindu warga Banjar yang kala itu bertempat tinggal di Solo.
Bahkan, dahulu masyarakat juga menghadirkan menu khas Banjar lainnya, seperti nasi abang kuning dan soto banjar. Namun, bubur samin paling favorit, sehingga menu ini lebih sering dan bertahan disajikan sampai sekarang.
Butuh waktu yang cukup lama untuk menghasilkan bubur samin dengan porsi besar. Mulai pukul 10.00 WIB, pengurus masjid sudah menyiapkan racikan bahan bubur samin. Beberapa bahan itu adalah beras, sayuran, bumbu rempah-rempah, irisan daging sapi, dan minyak samin dengan aroma khas.
Sobat sudah pernah mencoba yang mana nih? Selamat menyambut Idulfitri.